BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
"Walisongo"
berarti sembilan orang wali. Mereka adalah Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel,
Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Drajad, Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan
Muria, serta Sunan Gunung Jati. Mereka tidak hidup pada saat yang persis
bersamaan. Namun satu sama lain mempunyai keterkaitan erat, bila tidak dalam
ikatan darah juga dalam hubungan guru-murid. Mereka tinggal di pantai utara
Jawa dari awal abad 15 hingga pertengahan abad 16, di tiga wilayah penting.
Yakni Surabaya-Gresik-Lamongan di Jawa Timur, Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah,
serta Cirebon di Jawa Barat. Mereka adalah para intelektual yang menjadi
pembaharu masyarakat pada masanya. Mereka mengenalkan berbagai bentuk peradaban
baru: mulai dari kesehatan, bercocok tanam, niaga, kebudayaan dan kesenian,
kemasyarakatan hingga pemerintahan.
Pesantren
Ampel Denta dan Giri adalah dua institusi pendidikan paling penting di masa
itu. Dari Giri, peradaban Islam berkembang ke seluruh wilayah timur Nusantara.
Sunan Giri dan Sunan Gunung Jati bukan hanya ulama, namun juga pemimpin
pemerintahan. Sunan Giri, Bonang, Kalijaga, dan Kudus adalah kreator karya seni
yang pengaruhnya masih terasa hingga sekarang. Sedangkan Sunan Muria adalah
pendamping sejati kaum jelata.
Era
Walisongo adalah era berakhirnya dominasi Hindu-Budha dalam budaya Nusantara
untuk digantikan dengan kebudayaan Islam. Mereka adalah simbol penyebaran Islam
di Indonesia. Khususnya di Jawa. Tentu banyak tokoh lain yang juga berperan.
Namun peranan mereka yang sangat besar dalam mendirikan Kerajaan Islam di Jawa,
juga pengaruhnya terhadap kebudayaan masyarakat secara luas serta dakwah secara
langsung, membuat "sembilan wali" ini lebih banyak disebut dibanding
yang lain.
Masing-masing
tokoh tersebut mempunyai peran yang unik dalam penyebaran Islam. Mulai dari
Maulana Malik Ibrahim yang menempatkan diri sebagai "tabib" bagi
Kerajaan Hindu Majapahit; Sunan Giri yang disebut para kolonialis sebagai
"paus dari Timur" hingga Sunan Kalijaga yang mencipta karya kesenian
dengan menggunakan nuansa yang dapat dipahami masyarakat Jawa -yakni nuansa
Hindu dan Budha
B.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimana Asal Keturunan Sunan
Maulana Malik Ibrahim?
2. Seperti apa Biografi Sunan
Maulana Malik Ibrahim?
3. Bagaimana
Penyebaran Islam yang dilakukan Sunan Maulana Malik Ibrahim?
4. Bagaimana Legenda rakyat tentang Sunan
Maulana Malik Ibrahim?
5. Seperti apa Filsafat dari Sunan
Maulana Malik Ibrahim?
6. Apa saja Peninggalan Sunan
Maulana Malik Ibrahim?
7. Pesan apa saja yang dapat diambil
dari Sunan Maulana Malik
Ibrahim?
C. Tujuan
Penulisan
1. Tujuan umum penulisan ini adalah
untuk memenuhi tugas Kuliah Kerja Lapangan 2.
2. Tujuan Khusus penulisan ini adalah
untuk mengetahui tentang Asal Keturunan Sunan Maulana Malik
Ibrahim, Biografi Sunan
Maulana Malik Ibrahim,
Penyebaran
Islam yang dilakukan Sunan Maulana Malik Ibrahim, Legenda rakyat tentang Sunan
Maulana Malik Ibrahim,
Filsafat dari Sunan Maulana Malik Ibrahim, Peninggalan Sunan
Maulana Malik Ibrahim, Pesan
yang dapat diambil dari Sunan
Maulana Malik Ibrahim.
3.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Asal Keturunan Sunan Maulana Malik Ibrahim
Sunan
Malik Ibrahim adalah keturunan ke 22 dari Nabi Muhammad. Ia disebut juga Sunan
Gresik, atau Sunan Tandhes atau Mursyid Akbar. Thariqat wali songo. Nasab As
Sayyid Maulana Malik Ibrahim. Nasab Maulana Malik Ibrahim menurut catatan dari
As Sayyid Bahruddin Ba’alwi Al Husaini yang kumpulan catatannya kemudian dibukukan
dalam ensiklopedia nasab ahlul bait yang terdiri dari beberapa jilid. Dalam
catatan itu tertulis As Sayyid Maulana Malik Ibrahim Bin As Sayyid Barakat
Zainal Alam Bin As Sayyid Husain Jamaluddin Bin As Sayyid Ahmad Jalaluddin Bin
As Sayyid Abdullah Bin As Sayyid Abdul Malik Azmathkhan Bin As Sayyid Alwi
Ammil Faqih Bin As Sayyid Muhammad Shahib Mirbath Bin As Sayyid Ali Khali’
Qasam Bin As Sayyid Alwi Bin As Sayyid Ubaidillah Bin Al Imam Ahmad Al Muhajir
Bin Al Imam Isa Bin Al Imam Muhammad Bin Al Imam Ali Al Uraidhi Bin Al Imam
Ja’far Shadiq Bin Al Imam Muhammad Al Baqir Bin Al Imam Ali Zainal Abidin Bin
Al Imam Al Husain Bin Sayyidah Fatimah Az Zahra/ Ali Bin Abi Thalib Binti Nabi
Muhammad Rasulullah.
Adapun
silsilah tersebut lebih jelasnya sebagai berikut:
1. Ali
bin Abi Thalib ra, memperistri Fathimahtuz Zahra.
2. Berputra
Sayyid Husein.
3. Berputra
Sayyid Ali Zainal ‘Abidin.
4. Berputra
Sayyid Muhammad baqir.
5. Berputra
Sayyid Ja’far Ash Shidiq.
6. Berputra
Sayyid Muhammad Ali Al Uraidi.
7. Berputra
Syeikh Isa Al Bashri.
8. Berputra
Syeikh Ahmad Al Muhajir.
9. Berputra
Syeikh ‘Ubaidillah.
10. Berputra
Syeikh Muhammad Shohib Marbaat.
11. Berputra
Syeikh Alwi.
12. Berputra
Syeikh Abdul Malik.
13. Berputra
Syeikh Maulana Abdul Khan.
14. Berputra
Syekh Maulana Ahmad atau Ahmad Syah jalal.
15. Berputra
Syeikh Jamaludin Akbar Al husein.
16. Berputra
Syeikh Barebat Zainul Alam.
17. Berputra
Maulana Malik Ibrahim.
Dalam
Babad Tanah Jawi Versi Meinsma Menyebutnya Asmarakandi megikuti pengucapan
lidah orang jawa terhadap As Samarqandy. Maulana Malik Ibrahim mempunyai tiga
orang istri, yaitu:
1. Istri
pertama bernama Siti Fathimah Binti Ali Nurul Alam Maulana Israil ( Raja Champa
Dinasti Azmatkhan 1), yang memiliki 2 anak yaitu Maulana Moqfaroh dan Syarifah
Sarah.
2. Istri
kedua bernama Siti Maryam Binti Syaikh Subakir yang memiliki empat anak yaitu
Abdullah, Ibrahim, Abdul Ghafur Dan Ahmad.
3. Istri
ketiganya yaitu Wan Jamilah Binti
Ibrahim Zainuddin Al Akbar Asmaraqandi yang memiliki 2 anak yaitu Abbas dan
Yusuf.
Selanjutnya
Syarifah Sarah Binti Maulana Malik Ibrahim dinikahkan dengan Sayyid Fadhal Ali
Murtadha( Sunan Santri/ Raden Santri ) dan melahirkan dua putra yaitu Haji
Utsman (Sunan Manyuran) dan Utsman Haji (Sunan Ngudung) yang berputra Sayyid Ja’far
Shadiq atau Sunan Kudus.
Maulana Malik Ibrahim umumnya dianggap sebagai wali
pertama yang mendakwahkan Islam di Jawa. Ia mengajarkan cara-cara baru bercocok
tanam dan banyak merangkul rakyat kebanyakan, yaitu golongan masyarakat Jawa
yang tersisihkan akhir kekuasaan Majapahit. Malik Ibrahim berusaha menarik hati
masyarakat, yang tengah dilanda krisis ekonomi dan perang saudara. Ia membangun
pondokan tempat belajar agama di Leran, Gresik. Pada tahun 1419, Malik Ibrahim
wafat. Makamnya terdapat di desa Gapura Wetan, Gresik, Jawa Timur.
B.
Biografi Sunan Maulana Malik Ibrahim
Sunan Gresik atau Maulana Malik Ibrahim atau Syekh Maghribi
adalah sosok ulama pertama yang diberi gelar sebagai Wali Songo.
Sunan Gresik atau Maulana Malik Ibrahim (w. 1419 M/882 H)
adalah nama salah seorang Walisongo, yang dianggap yang pertama kali menyebarkan
agama Islam di tanah Jawa. Ia dimakamkan di desa Gapura, kota Gresik, Jawa
Timur.
Tidak terdapat bukti sejarah yang meyakinkan mengenai asal
keturunan Maulana Malik Ibrahim, meskipun pada umumnya disepakati bahwa ia
bukanlah orang Jawa asli. Sebutan Syekh Maghribi yang diberikan masyarakat
kepadanya, kemungkinan menisbatkan asal keturunannya dari Maghrib, atau Maroko
di Afrika Utara.
Babad Tanah Jawi versi J.J. Meinsma menyebutnya dengan nama
Makhdum Ibrahim as-Samarqandy, yang mengikuti pengucapan lidah Jawa menjadi
Syekh Ibrahim Asmarakandi. Ia memperkirakan bahwa Maulana Malik Ibrahim lahir
di Samarkand, Asia Tengah, pada paruh awal abad 14.
Dalam keterangannya pada buku The History of Java mengenai
asal mula dan perkembangan kota Gresik, Raffles menyatakan bahwa menurut
penuturan para penulis lokal, “Mulana Ibrahim, seorang Pandita terkenal berasal
dari Arabia, keturunan dari Jenal Abidin, dan sepupu Raja Chermen (sebuah
negara Sabrang), telah menetap bersama para Mahomedans lainnya di Desa Leran di
Jang’gala”.
Namun demikian, kemungkinan pendapat yang terkuat adalah
berdasarkan pembacaan J.P. Moquette atas baris kelima tulisan pada prasasti
makamnya di desa Gapura Wetan, Gresik, yang mengindikasikan bahwa ia berasal
dari Kashan, suatu tempat di Iran sekarang.
Terdapat beberapa versi mengenai silsilah Maulana Malik
Ibrahim. Ia pada umumnya dianggap merupakan keturunan Rasulullah SAW, melalui
jalur keturunan Husain bin Ali, Ali Zainal Abidin, Muhammad al-Baqir, Ja’far
ash-Shadiq, Ali al-Uraidhi, Muhammad al-Naqib, Isa ar-Rumi, Ahmad al-Muhajir,
Ubaidullah, Alwi Awwal, Muhammad Sahibus Saumiah, Alwi ats-Tsani, Ali Khali’
Qasam, Muhammad Shahib Mirbath, Alwi Ammi al-Faqih, Abdul Malik (Ahmad Khan),
Abdullah (al-Azhamat) Khan, Ahmad Syah Jalal, Jamaluddin Akbar al-Husain
(Maulana Akbar), dan Maulana Malik Ibrahim.
Penyebaran Agama
Maulana Malik Ibrahim dianggap termasuk salah seorang yang
pertama-tama menyebarkan agama Islam di tanah Jawa, dan merupakan wali senior
diantara para Walisongo lainnya.
Beberapa versi babad menyatakan bahwa kedatangannya disertai
beberapa orang. Daerah yang ditujunya pertama kali ialah desa Sembalo, sekarang
adalah daerah Leran, Kecamatan Manyar, yaitu 9 kilometer ke arah utara kota
Gresik. Ia lalu mulai menyiarkan agama Islam di tanah Jawa bagian timur, dengan
mendirikan mesjid pertama di desa Pasucinan, Manyar.
Pertama-tama yang dilakukannya ialah mendekati masyarakat
melalui pergaulan. Budi bahasa yang ramah-tamah senantiasa diperlihatkannya di
dalam pergaulan sehari-hari. Ia tidak menentang secara tajam agama dan
kepercayaan hidup dari penduduk asli, melainkan hanya memperlihatkan keindahan
dan kabaikan yang dibawa oleh agama Islam. Berkat keramah-tamahannya, banyak
masyarakat yang tertarik masuk ke dalam agama Islam.
Sebagaimana yang dilakukan para wali awal lainnya, aktivitas
pertama yang dilakukan Maulana Malik Ibrahim ialah berdagang. Ia berdagang di
tempat pelabuhan terbuka, yang sekarang dinamakan desa Roomo, Manyar.
Perdagangan membuatnya dapat berinteraksi dengan masyarakat
banyak, selain itu raja dan para bangsawan dapat pula turut serta dalam
kegiatan perdagangan tersebut sebagai pelaku jual-beli, pemilik kapal atau
pemodal.
Setelah cukup mapan di masyarakat, Maulana Malik Ibrahim
kemudian melakukan kunjungan ke ibukota Majapahit di Trowulan. Raja Majapahit
meskipun tidak masuk Islam tetapi menerimanya dengan baik, bahkan memberikannya
sebidang tanah di pinggiran kota Gresik. Wilayah itulah yang sekarang dikenal
dengan nama desa Gapura. Cerita rakyat tersebut diduga mengandung unsur-unsur
kebenaran, mengingat menurut Groeneveldt pada saat Maulana Malik Ibrahim hidup,
di ibukota Majapahit telah banyak orang asing termasuk dari Asia Barat.
Demikianlah, dalam rangka mempersiapkan kader untuk
melanjutkan perjuangan menegakkan ajaran-ajaran Islam, Maulana Malik Ibrahim
membuka pesantren-pesantren yang merupakan tempat mendidik pemuka agama Islam
di masa selanjutnya. Hingga saat ini makamnya masih diziarahi orang-orang yang
menghargai usahanya menyebarkan agama Islam berabad-abad yang silam. Setiap
malam Jumat Legi, masyarakat setempat ramai berkunjung untuk berziarah.
Ritual ziarah tahunan atau haul juga diadakan setiap tanggal
12 Rabi’ul Awwal, sesuai tanggal wafat pada prasasi makamnya. Pada acara haul
biasa dilakukan khataman Al-Quran, mauludan (pembacaan riwayat Nabi Muhammad),
dan dihidangkan makanan khas bubur harisah.
Legenda Rakyat
Menurut legenda rakyat, dikatakan bahwa Maulana Malik Ibrahim
berasal dari Persia. Maulana Malik Ibrahim dan Maulana Ishaq disebutkan sebagai
anak dari Maulana Jumadil Kubro, atau Syekh Jumadil Qubro. Maulana Ishaq
disebutkan menjadi ulama terkenal di Samudera Pasai, sekaligus ayah dari Raden
Paku atau Sunan Giri. Syekh Jumadil Qubro dan kedua anaknya bersama-sama datang
ke pulau Jawa. Setelah itu mereka berpisah; Syekh Jumadil Qubro tetap di pulau
Jawa, Maulana Malik Ibrahim ke Champa, Vietnam Selatan; dan adiknya Maulana
Ishak mengislamkan Samudera Pasai.
Maulana Malik Ibrahim disebutkan bermukim di Champa (dalam
legenda disebut sebagai negeri Chermain atau Cermin) selama tiga belas tahun.
Ia menikahi putri raja yang memberinya dua putra, yaitu Raden Rahmat atau Sunan
Ampel dan Sayid Ali Murtadha atau Raden Santri. Setelah cukup menjalankan misi
dakwah di negeri itu, ia hijrah ke pulau Jawa dan meninggalkan keluarganya.
Setelah dewasa, kedua anaknya mengikuti jejaknya menyebarkan agama Islam di
pulau Jawa.
Maulana Malik Ibrahim dalam cerita rakyat terkadang juga
disebut dengan nama Kakek Bantal. Ia mengajarkan cara-cara baru bercocok tanam.
Ia merangkul masyarakat bawah, dan berhasil dalam misinya mencari tempat di
hati masyarakat sekitar yang ketika itu tengah dilanda krisis ekonomi dan
perang saudara.
Selain itu, ia juga sering mengobati masyarakat sekitar tanpa
biaya. Sebagai tabib, diceritakan bahwa ia pernah diundang untuk mengobati
istri raja yang berasal dari Champa. Besar kemungkinan permaisuri tersebut
masih kerabat istrinya.
Wafat
Setelah selesai membangun dan menata pondokan tempat belajar
agama di Leran, tahun 1419 Maulana Malik Ibrahim wafat. Makamnya kini terdapat
di desa Gapura Wetan, Gresik, Jawa Timur. Saat ini, jalan yang menuju ke makam
tersebut diberi nama Jalan Malik Ibrahim.
C.
Penyebaran
Islam yang dilakukan Sunan Maulana Malik Ibrahim
Maulana Malik Ibrahim dianggap termasuk salah seorang yang
pertama-tama menyebarkan agama Islam di tanah Jawa, dan merupakan wali senior
di antara para Walisongo lainnya. Beberapa versi babad menyatakan bahwa
kedatangannya disertai beberapa orang. Daerah yang ditujunya pertama kali ialah
desa Sembalo, sekarang adalah daerah Leran, Kecamatan Manyar, yaitu 9 kilometer
ke arah utara kota Gresik. Ia lalu mulai menyiarkan agama Islam di tanah Jawa
bagian timur, dengan mendirikan mesjid pertama di desa Pasucinan, Manyar. Makam
Maulana Malik Ibrahim, desa Gapurosukolilo, Gresik, Jawa Timur
Pertama-tama yang dilakukannya ialah mendekati masyarakat
melalui pergaulan. Budi bahasa yang ramah-tamah senantiasa diperlihatkannya di
dalam pergaulan sehari-hari. Ia tidak menentang secara tajam agama dan
kepercayaan hidup dari penduduk asli, melainkan hanya memperlihatkan keindahan
dan kabaikan yang dibawa oleh agama Islam. Berkat keramah-tamahannya, banyak
masyarakat yang tertarik masuk ke dalam agama Islam.
Sebagaimana yang dilakukan para wali awal lainnya, aktivitas
pertama yang dilakukan Maulana Malik Ibrahim ialah berdagang. Ia berdagang di
tempat pelabuhan terbuka, yang sekarang dinamakan desa Roomo, Manyar.
Perdagangan membuatnya dapat berinteraksi dengan masyarakat banyak, selain itu
raja dan para bangsawan dapat pula turut serta dalam kegiatan perdagangan
tersebut sebagai pelaku jual-beli, pemilik kapal atau pemodal.
Setelah cukup mapan di masyarakat, Maulana Malik Ibrahim
kemudian melakukan kunjungan ke ibukota Majapahit di Trowulan. Raja Majapahit
meskipun tidak masuk Islam tetapi menerimanya dengan baik, bahkan memberikannya
sebidang tanah di pinggiran kota Gresik. Wilayah itulah yang sekarang dikenal
dengan nama desa Gapura. Cerita rakyat tersebut diduga mengandung unsur-unsur
kebenaran; mengingat menurut Groeneveldt pada saat Maulana Malik Ibrahim hidup,
di ibukota Majapahit telah banyak orang asing termasuk dari Asia Barat.
Demikianlah, dalam rangka mempersiapkan kader untuk
melanjutkan perjuangan menegakkan ajaran-ajaran Islam, Maulana Malik Ibrahim
membuka pesantren-pesantren yang merupakan tempat mendidik pemuka agama Islam
di masa selanjutnya. Hingga saat ini makamnya masih diziarahi orang-orang yang
menghargai usahanya menyebarkan agama Islam berabad-abad yang silam. Setiap
malam Jumat Legi, masyarakat setempat ramai berkunjung untuk berziarah. Ritual
ziarah tahunan atau haul juga diadakan setiap tanggal 12 Rabi'ul Awwal, sesuai
tanggal wafat pada prasasti makamnya. Pada acara haul biasa dilakukan khataman
Al-Quran, mauludan (pembacaan riwayat Nabi Muhammad), dan dihidangkan makanan
khas bubur harisah.
Mengenai filsafat ketuhanannya, disebutkan bahwa Maulana
Malik Ibrahim pernah menyatakan mengenai apa yang dinamakan Allah. Ia berkata:
"Yang dinamakan Allah ialah sesungguhnya yang diperlukan ada-Nya."
Wafat
Setelah selesai membangun dan menata pondokan tempat belajar
agama di Leran, Syeh Maulana Malik Ibrahim wafat tahun 1419. Makamnya kini
terdapat di desa Gapura, Gresik, Jawa Timur.
Inskripsi dalam bahasa Arab yang tertulis pada makamnya
adalah sebagai berikut: “ Ini adalah makam almarhum seorang yang dapat
diharapkan mendapat pengampunan Allah dan yang mengharapkan kepada rahmat
Tuhannya Yang Maha Luhur, guru para pangeran dan sebagai tongkat sekalian para
sultan dan wazir, siraman bagi kaum fakir dan miskin. Yang berbahagia dan
syahid penguasa dan urusan agama: Malik Ibrahim yang terkenal dengan
kebaikannya. Semoga Allah melimpahkan rahmat dan ridha-Nya dan semoga
menempatkannya di surga. Ia wafat pada hari Senin 12 Rabi'ul Awwal 822 Hijriah.
”
Saat ini, jalan yang menuju ke makam tersebut diberi nama
Jalan Malik Ibrahim.
D. Legenda
rakyat tentang Sunan
Maulana Malik Ibrahim
Menurut legenda rakyat, dikatakan bahwa Maulana Malik Ibrahim
atau Sunan Gresik berasal dari Persia. Maulana Malik Ibrahim dan Maulana Ishaq
disebutkan sebagai anak dari Maulana Jumadil Kubro, atau Syekh Jumadil Qubro.
Maulana Ishaq disebutkan menjadi ulama terkenal di Samudera Pasai, sekaligus
ayah dari Raden Paku atau Sunan Giri. Syekh Jumadil Qubro dan kedua anaknya
bersama-sama datang ke pulau Jawa. Setelah itu mereka berpisah; Syekh Jumadil
Qubro tetap di pulau Jawa, Maulana Malik Ibrahim ke Champa, Vietnam Selatan;
dan adiknya Maulana Ishak mengislamkan Samudera Pasai.
Maulana Malik Ibrahim disebutkan bermukim di Champa (dalam
legenda disebut sebagai negeri Chermain atau Cermin) selama tiga belas tahun.
Ia menikahi putri raja yang memberinya dua putra; yaitu Raden Rahmat atau Sunan
Ampel dan Sayid Ali Murtadha atau Raden Santri. Setelah cukup menjalankan misi
dakwah di negeri itu, ia hijrah ke pulau Jawa dan meninggalkan keluarganya.
Setelah dewasa, kedua anaknya mengikuti jejaknya menyebarkan agama Islam di
pulau Jawa.
Maulana Malik Ibrahim dalam cerita rakyat kadang-kadang juga
disebut dengan nama Kakek Bantal. Ia mengajarkan cara-cara baru bercocok tanam.
Ia merangkul masyarakat bawah, dan berhasil dalam misinya mencari tempat di
hati masyarakat sekitar yang ketika itu tengah dilanda krisis ekonomi dan
perang saudara.
Selain itu, ia juga sering mengobati masyarakat sekitar tanpa
biaya. Sebagai tabib, diceritakan bahwa ia pernah diundang untuk mengobati
istri raja yang berasal dari Champa. Besar kemungkinan permaisuri tersebut
masih kerabat istrinya.
Berikut ini adalah beberapa kisah tentang kehidupan dan
perjalanan dakwah dari Sunan Maulana Malik Ibrahim:
1.
KISAH BERAS DAN PASIR
Suatu hari dalam perjalanan dakwah ke sebuah dusun yang
diberkahi dengan tanah subur, Syekh Maulana Malik Ibrahim bersama seorang
muridnya singgah di sebuah rumah. Rumah itu milik orang kaya. Menurut
desas-desus pemilik rumah itu amat kedekut.
Padahal si empunya rumah adalah orang berada yang memiliki
berton-ton beras. Halaman rumahnya luas. Di sana tersusun berkarung-karung
beras hasil pertanian. Rupanya Syekh Maulana Malik Ibrahim ingin menemui si
empunya rumah yang tak lain adalah salah seorang muridnya. Ia ingin menasihati
muridnya agar meninggalkan sifat terkeji itu.
Orang kaya tersebut menerima dengan ramah kunjungan Syekh
Malik. Dihidangkanlah jamuan yang baik bagi Syekh Malik. Sesaat berselang,
datanglah seorang pengemis, perempuan tua, ke hadapan orang kaya itu.
“Tuan, saya lapar sekali, bolehkah saya minta sedikit beras,”
ujar perempuan tua itu sambil menjeling beras yang berrada di halaman.
“Mana beras? Saya tidak punya beras, karung-karung itu bukan
beras, tapi pasir,” ujar orang kaya itu.
Pengemis tua tertunduk sedih. Ia pun beranjak pergi dengan
langkah kecewa. Kejadian itu disaksikan langsung oleh Syekh Malik. Ternyata apa
yang digunjingkan orang tentang kedekut muridnya ini benar adanya. Syekh Malik
bergumam dalam hati, dan iapun berdo’a. Pembicaraan yang sempat tertunda
dilanjutkan kembali.
Tiba-tiba ramah-tamah antara murid dan guru itu terhenti
dengan teriakan salah seorang pembantu orang kaya itu.
“Celaka tuan, celaka! Saya tadi melihat beras, ternyata beras
kita sudah berubah jadi pasir. Saya periksa karung lain, isinya pasir juga.
Ternyata tuan, semua beras yang ada di sini telah menjadi pasir!” Pembantu itu
dengan suara bergetar melaporkan.
Orang kaya itu terkejut, segera ia beranjak dari duduknya,
dihampirinya beras-beras yang merupakan harta kekayaannya itu. Ternyata benar,
beras itu telah berubah menjadi pasir. Seketika tubuh orang kaya itu lemas. Ia
pun bersimpuh menangis.
Syekh Malik lalu menghampirinya. “Bukankah engkau sendiri
yang mengatakan bahwa beras yang kau miliki itu pasir, kenapa kau kini
menangis?” Syekh Malik menyindir muridnya yang kikir itu.
“Maafkan saya Sunan. Saya mengaku salah. Saya berdosa!” Si
murid meratap bersimpuh di kaki Syekh Malik.
Syekh Malik tersenyum, “Alamatkan maafmu kepada Allah dan
pengemis tadi. Kepada merekalah permintaan maafmu seharusnya kau lakukan,” ujar
Syekh Malik lagi.
Penyesalan yang dalam langsung menyergap orang kaya itu.
Dalam hati ia mengutuk dirinya sendiri yang telah berbuat kezaliman. Kepada
Syekh Malik ia berjanji akan mengubah semua perbuatannya. Ia mohon juga agar
berasnya bisa kembali lagi seperti semula. Kekikirannya ingin ia buang
jauh-jauh dan menggantinya dengan kedermawanan.
Syekh Malik kembali berdo’a, dan dengan izin Allah, beras
yang telah berubah menjadi pasir itu menjadi beras kembali. Hidayah dan
kekuatan yang berasal dari Allah memungkinkan kejadian itu.
Orang kaya tersebut tidak membohongi lisannya. Ia berubah
menjadi dermawan, tak pernah lagi ia menolak pengemis yang datang. Bahkan ia
mendirikan mushalla dan majelis pengajian serta fasilitas ibadah lainnya.
Itulah salah satu kisah tentang Syekh Maulana Malik Ibrahim.
Sunan Gresik atau Maulana Malik Ibrahim (w. 1419 M/882 H) adalah nama salah seorang Walisongo, yang dianggap yang pertama kali menyebarkan agama Islam di tanah Jawa. Ia dimakamkan di desa Gapura, kota Gresik, Jawa Timur.
Sunan Gresik atau Maulana Malik Ibrahim (w. 1419 M/882 H) adalah nama salah seorang Walisongo, yang dianggap yang pertama kali menyebarkan agama Islam di tanah Jawa. Ia dimakamkan di desa Gapura, kota Gresik, Jawa Timur.
2.
Kisah
Perjalanan Dakwah Syekh Maulana Malik Ibrahim
Matahari baru saja tenggelam di Desa Tanggulangin, Gresik,
Jawa Timur. Rembulan dan bintang giliran menyapa dengan sinarnya yang elok.
Penduduk desa tampak ceria menyambut cuaca malam itu. Sebagian mereka berbincang
santai di beranda, duduk lesehan di atas tikar. Mendadak terdengar suara
gemuruh. Makin lama makin riuh.
Sejurus kemudian, dari balik pepohonan di perbatasan desa
terlihat gerombolan pasukan berkuda –berjumlah sekitar 20 orang. Warga
Tanggulangin berebut menyelamatkan diri –bergegas masuk ke rumahnya
masing-masing. Kawanan tak diundang itu dipimpin oleh Tekuk Penjalin. Ia
berperawakan tinggi, kekar, dengan wajah bercambang bauk.
”Serahkan harta kalian,” sergah Penjalin, jawara yang tak
asing di kawasan itu. ”Kalau menolak, akan kubakar desa ini.” Tak satu pun
penduduk yang sanggup menghadapi. Mereka memilih menyelamatkan diri, daripada
”ditekuk-tekuk” oleh Penjalin. Merasa tak digubris, kawanan itu siap
menghanguskan Tanggulangin.
Obor-obor hendak dilemparkan ke atap rumah-rumah penduduk.
Tetapi, mendadak niat itu terhenti. Sekelompok manusia lain, berpakaian
putih-putih, tiba-tiba muncul entah dari mana. Rombongan ini dipimpin Syekh
Maulana Malik Ibrahim, ulama terkenal yang mulai meluaskan pengaruhnya di
wilayah Gresik dan sekitarnya.
Ghafur, seorang murid Syekh, maju ke depan. Dengan sopan ia
mengingatkan kelakuan tak terpuji Penjalin. Penjalin tentu tak terima. Apalagi,
orang yang mengingatkannya sama sekali tak dikenal di rimba persilatan Gresik.
Dalam waktu singkat, terjadilah pertarungan seru. Penduduk Tanggulangin, yang
melihat pertempuran itu, rame-rame keluar, lalu membantu Ghafur.
Akhirnya, Penjalin dan pasukannya kocar-kacir. Tapi, Penjalin
tak mau menuruti perintah Ghafur agar membubarkan anak buahnya. Ghafur tak
punya pilihan lain, ia harus membunuh Penjalin. Baru saja tiba pada keputusan
itu, tiba-tiba wajahnya diludahi Penjalin. Ghafur marah sekali. Aneh, di puncak
kemarahan itu, ia malah melangkah surut.
Penjalin terperangah. ”Mengapa tak jadi membunuh aku?” ia
bertanya. Ghafur menjawab, ”Karena kamu telah membuatku marah, dan aku tak
boleh menghukum orang dalam keadaan marah.” Mendengar ”dakwah” ini, disusul
oleh perbincangan singkat, Penjalin dan gerombolannya menyatakan tertarik memeluk
agama Islam.
3.
Kisah
Perjalanan Dakwah Syekh Maulana Malik Ibrahim di Majapahit
Petikan kisah di atas merupakan satu dari dua kisah populer
tentang perjalanan dakwah Syekh Maulana Malik Ibrahim, yang juga dikenal
sebagai Sunan Gresik. Satu cerita lagi yang kerap ditulis pengarang buku-buku
Maulana Malik Ibrahim adalah pertemuannya dengan sekawanan kafir di tengah
padang pasir.
Ketika itu, mereka hendak menjadikan seorang gadis sebagai
tumbal meminta hujan kepada dewa. Pedang sudah dihunus. Sunan Gresik mendinginkan
mereka dengan pembicaraan yang lembut, kemudian memimpin salat Istisqa’ –untuk
memohon hujan. Tak lama kemudian langit mencurahkan butir-butir air, Kawanan
kafir itu memeluk agama Islam.
Di kalangan Wali Songo, Maulana Malik Ibrahim disebut-sebut
sebagai wali paling senior, alias wali pertama. Ada sejumlah versi tentang asal
usul Syekh Magribi, sebutan lain Sunan Gresik itu. Ada yang mengatakan ia
berasal dari Turki, Arab Saudi, dan Gujarat (India). Sumber lain menyebutkan ia
lahir di Campa (Kamboja).
Setelah cukup dewasa, Maulana Malik Ibrahim diminta ayahnya,
Barebat Zainul Alam, agar merantau, berdakwah ke negeri selatan. Maka, bersama
40 anggota rombongan yang menyertainya, Malik mengarungi samudra berhari-hari.
Mereka kemudian berlabuh di Sedayu, Gresik, pada 1380 M. Mengenai tahun
”pendaratan” ini pun terdapat beberapa versi.
Buku pegangan juru kunci makam Maulana Malik Ibrahim,
misalnya, mencantumkan tahun 1392. Beberapa naskah lain bahkan menyebut tahun
1404. Rombongan Malik kemudian menetap di Desa Leran, sekitar sembilan
kilometer di barat kota Gresik. Ketika itu, Gresik berada di bawah Kerajaan
Majapahit.
Dari sinilah Malik mulai meluncurkan dakwahnya, dengan gaya
menjauhi konfrontasi. Sebagian besar masyarakat setempat ketika itu menganut
Hindu, ”agama resmi” Kerajaan Majapahit. Sunan melalukan sesuatu yang sangat
sederhana: membuka warung. Ia menjual rupa-rupa makanan dengan harga murah.
Dalam waktu singkat, warungnya ramai dikunjungi orang. Malik
melangkah ke tahap berikutnya: membuka praktek sebagai tabib. Dengan doa-doa
yang diambil dari Al-Quran, ia terbukti mampu menyembuhkan penyakit. Sunan
Gresik pun seakan menjelma menjadi ”dewa penolong”. Apalagi, ia tak pernah mau
dibayar.
Di tengah komunitas Hindu di kawasan itu, Sunan Gresik cepat
dikenal, karena ia sanggup menerobos sekat-sekat kasta. Ia memperlakukan semua
orang sama sederajat. Berangsur-angsur, jumlah pengikutnya terus bertambah.
Setelah jumlah mereka makin banyak, Sunan Gresik mendirikan masjid.
Ia juga merasa perlu membangun bilik-bilik tempat menimba
ilmu bersama. Model belajar seperti inilah yang kemudian dikenal dengan nama
pesantren. Dalam mengajarkan ilmunya, Malik punya kebiasaan khas: meletakkan
Al-Quran atau kitab hadis di atas bantal. Karena itu ia kemudian dijuluki
”Kakek Bantal”.
Kendati pengikutnya terus bertambah, Malik merasa belum puas
sebelum berhasil mengislamkan Raja Majapahit. Ia paham betul, tradisi Jawa
sarat dengan kultur ”patron-client”. Rakyat akan selalu merujuk dan berteladan
pada perilaku raja. Karena itu, mengislamkan raja merupakan pekerjaan yang
sangat strategis.
Tetapi Malik tahu diri. Kalau ia langsung berdakwah ke raja,
pasti tak akan digubris, karena posisinya lebih rendah. Karena itu ia meminta
bantuan sahabatnya, yang menjadi raja di Cermain. Konon, Kerajaan Cermain itu
ada di Persia. Tetapi J. Wolbers, dalam bukunya Geschiedenis van Java, menyebut
Cermain tak lain adalah Kerajaan Gedah, alias Kedah, di Malasyia.
Raja Cermain akhirnya datang bersama putrinya, Dewi Sari.
Mereka disertai puluhan pengawal. Dewi yang berwajah elok itu akan
dipersembahkan kepada Raja Majapahit. Dari sini, bercabang-cabanglah cerita
mengenai ”Raja Majapahit” itu.. Ada yang menyebut raja itu Prabu Brawijaya V.
Tetapi menurut Wolbers, raja tersebut adalah Angkawijaya.
Repotnya, menurut Umar Hasyim dalam bukunya, Riwayat Maulana
Malik Ibrahim, nama Angkawijaya tidak dikenal, baik dalam Babad Tanah Jawi
maupun Pararaton. Nama Angkawijaya tercantum dalam Serat Kanda. Di situ
disebutkan, dia adalah pengganti Mertawijaya, alias Damarwulan –suami Kencana
Wungu.
Angkawijaya mempunyai selir bernama Ni Raseksi. Tetapi, kalau
dicocokkan dengan Babad Tanah Jawi, raja Majapahit yang mempunyai selir Ni
Raseksi adalah Prabu Brawijaya VII. Cuma, menurut catatan sejarah, Prabu
Brawijaya VII memerintah pada 1498-1518. Periode ini jadi ”bentrokan” dengan
masa hidup Maulana Malik Ibrahim.
Melihat tahunnya, kemungkinan besar raja yang dimaksud adalah
Hyang Wisesa, alias Wikramawardhana, yang memerintah pada 1389-1427. Terlepas
dari siapa sang raja sebenarnya, yang jelas penguasa Majapahit itu akhirnya
bersedia menemui rombongan Raja Cermain. Sayang, usaha mereka gagal total.
Sang raja cuma mau menerima Dewi Sari, tetapi menolak masuk
Islam. ”Bargaining” seperti ini tentu diotolak rombongan Cermain. Sebelum
pulang ke negerinya, rombongan Cermain singgah di Leran. Sambil menunggu
perbaikan kapal, mereka menetap di rumah Sunan Gresik.
Malang tak bisa ditolak, tiba-tiba merajalelalah wabah
penyakit. Banyak anggota rombongan Cermain yang tertular, bahkan meninggal.
Termasuk Dewi Sari. Raja Cermain dan sebagian kecil pengawalnya akhirnya bisa
pulang ke negeri mereka. Sunan Gresik sendiri tak patah hati dengan kegagalan
”misi” itu. Ia terus melanjutkan dakwahnya hingga wafat.
E. Filsafat
dari Sunan Maulana
Malik Ibrahim
Syeh
Maulana Malik Ibrahim dalam cerita rakyat kadang-kadang juga disebut dengan
nama Kakek Bantal. Ia mengajarkan cara-cara baru bercocok tanam. Ia merangkul
masyarakat bawah, dan berhasil dalam misinya mencari tempat di hati masyarakat
sekitar yang ketika itu tengah dilanda krisis ekonomi dan perang saudara.
Selain itu, ia juga sering mengobati
masyarakat sekitar tanpa biaya. Sebagai tabib, diceritakan bahwa ia pernah
diundang untuk mengobati istri raja yang berasal dari Champa. Besar kemungkinan
permaisuri tersebut masih kerabat istrinya.
Mengenai
filsafat ketuhanannya, disebutkan bahwa Maulana Malik Ibrahim pernah menyatakan
mengenai apa yang dinamakan Allah. Ia berkata: "Yang dinamakan Allah ialah
sesungguhnya yang diperlukan ada-Nya."
Syeh Maulana Malik
Ibrahim wafat tahun 1419. Pada nisannya terdapat tulisan Arab yang menunjukkan
bahwa dia adalah seorang penyebar agama yang cakap dan gigih. Dalam bahasa
Indonesia tulisan itu kurang lebih “Ini adalah makam almarhum Almaqfur, seorang
yang dapat diharapkan mendapat pengampunan Allah dan yang mengharapkan kepada
rahmat Tuhannya Yang Maha Luhur, kebanggaan para pangeran dan sebagai sendi
para sultan dan para menteri, penolong bagi kaum fakir dan miskin. Yang
berbahagia dan syahid cemerlangnya simbol negara dan agama.”
Berbagai
ajaran yang dibawa oleh sunan gresik/maulana malik ibrahim, antara lain:
1.
Sunan maulana
malik ibrahim membuka praktek sebagai tabib. Dengan doa-doa yang diambil dari
Al-Quran, ia terbukti mampu menyembuhkan penyakit. Sunan Gresik pun seakan
menjelma menjadi ”dewa penolong”. Apalagi ia tak pernah mau dibayar karena
ikhlas dalam bertindak.
2.
Dalam kisahnya
ketika menghadapi perampok, murid sunan maulana ibrahim menunjukkan sifat
bijaksana, dia tidak jadi membunuh perampok tersebut karena sedang dalam
keadaan marah. Ajaran islam melarang membunuh orang dalam keadaan marah. Dengan
kebijaksaan tersebut perampok tersebut bertobat dan minta diajarkan tentang
islam.
Kisah
tentang taubatnya kepala perampok merupakan kisah yang sering terulang dalam
hazanah islam tentang tingginya nilai perbuatan taubat. Di dalam kisah ini
disebutkan bahwa meskipun dosa seseorang memenuhi langit dan bumi, asal
bertaubat, Tuhan akan mengampuninya.
3.
Sunan maulana
malik ibrahim dan murid-muridnya melakukan sholat istiqa’ untuk menurunkan
hujan. Karena sebelumnya diadakan upacara pengorbanan gadis sebagai sarana
untuk meminta hujan kepada dewa hujan. Hujanpun datang, dan nyawa gadis
tersebut dapat tertolong.
F. Peninggalan
Sunan Maulana Malik
Ibrahim (mega)
G. Pesan
yang dapat diambil dari Sunan Maulana Malik Ibrahim
Pesan yang dapat diambil dari kisah Sunan Maulana
Malik Ibrahim adalah sebagai berikut:
1. Menunjukkan
betapa tinggi ilmu yang dimiliki oleh Syeikh Maulana Ibrahim. Hal ini dapat
diketahui dalam kisah tentang kepala perampok. Syeikh Magribi tidak turun
tangan sendiri, tetapi muridnya saja sudah dapat mengalahkan kepala perampok.
Maka, dapat disimpulkan betapa saktinya dia. Dalam kisah kedua juga demikian.
Ini ditunjukkan oleh kemampuannya menahan tusukan pendeta terhadap gadis kurban
dari jauh, serta dapat membuat kedua pengawal kesakitan kakinya ketika hendak
menyerangnya, kesaktiannya mennjukkan kedalaman ilmunya.
2. Dalam
menyebarkan islam Syeikh Maulana Malik Ibrahim melalui jalur pemenuhan
kebutuhan dasar manusia, tidak langsung mengajarkan apa Islam itu. Ini dapat
dilihat dari kisah pertama tentang pengusiran perampok dan kisah kedua tentang
mendatangkan hujan sebagai sesuatu yang dibutuhkan masyarakat.
3. Dalam
menyebarkan Islam Syeikh Maulana Magribi berdakwah dengan cara diplomasi yang
ulung dan bisa diterima oleh akal pikiran masyarakat sehingga agama Islam dapat
diterima masyarakat.
4. Kisah
tentang taubatnya kepala perampok merupakan kisah yang sering terulang dalam
khasanah Islam tentang tingginya nilai perbuatan taubat. Di dalam kisah ini
disebutkan bahwa meskipun dosa seseorang memenuhi langit dan bumi, asal
bertaubat Tuhan akan mengampuninya.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
B. Saran
Kita sebagai mahasiswa khususnya pendidikan sejarah
harus bisa mengetahui perkembangnya agama di Indonesia khususnya di Jawa yang
dibawa oleh para walisongo.
DAFTAR PUSTAKA
Sumber
Buku :
Sofwan, Ridin dkk. 2000. Islamisasi di Jawa. Yogyakarta : Pustaka
Belajar
Mustopob,Habib.2007.Sejarah 2.Jakarta:Yudhisti
Sumber
Internet :
Diunduh 22:21 WIB
23 Oktober 2013
http://satya89.wordpress.com/2010/01/01/sunan-gresikmaulana-malik-ibrahim/
http://fansclubarena.mywapblog.com/sejarah-wali-songo-syekh-maulana-malik-i.xhtml
Tidak ada komentar:
Posting Komentar