BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Perbudakan adalah keadaan di mana
orang menguasai atau memiliki orang lain. Sebagian ahli sejarah mengatakan
perbudakan mulai timbul sesudah pengembangan pertanian, sekitar sepuluh-ribu
tahun yang lalu. Awalnya, para budak terdiri dari penjahat atau orang-orang
yang tidak bisa membayar hutang. Ketika terjadi peperangan, kaum yang kalah
juga diperlakukan sebagai budak oleh kaum yang menang.
Menurut ahli sejarah, perbudakan
pertama-tama diketahui terjadi di masyarakat Mesopotamia (Sumeria, Babilonia,
Asiria, Chaldea). Perekonomian kota yang pertama berkembang di sana,
dilandaskan pada teknologi pertanian yang berkiblat pada kuil-kuil, imam,
lumbung, dan para juru tulis. Surplus sosial menyebabkan terjadinya lembaga
ekonomi berdasar peperangan dan perbudakan. Administrasi untuk surplus yang
harus disimpan, menimbulkan kebutuhan akan sistem akuntansi. Masalah ini
melahirkan sistem tulis-menulis sekitar 6.000 tahun yang lalu. (Perkembangan
Pertanian dari Zaman ke Zaman). Dalam makalah ini akan dijelaskan mengenai
perdagangan budak khususnya di Afrika yang masih terjadi sampai saat ini.
B. Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana
Sejarah Perbudakan di Afrika?
2.
Apa saja Faktor-faktor penyebab
Perbudakan di Afrika?
3.
Seperti
apa Sistem Perbudakan di Afrika?
4.
Apa
Keuntungan dan Kerugian di masing-masing Negara?
5.
Bagaimana
Upaya yang dilakukan dari luar negeri maupun Luar Negeri?
6.
Bagaimana
Keadaan Perbudakan di Afrika sekarang?
C.
Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum penelitian ini adalah
untuk memenuhi tugas Sejarah Afrika mengenai Perdagangan Budak di Afrika.
2. Tujuan Khusus penelitian ini adalah
untuk mengetahui Sejarah Perbudakan di Afrika, Faktor-faktor
penyebab Perbudakan di Afrika, Sistem
Perbudakan di Afrika, Keuntungan dan Kerugian di masing-masing Negara, Upaya
yang dilakukan dari luar negeri maupun luar negeri, Keadaan Perbudakan di
Afrika sekarang.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah Perbudakan di Afrika
Perbudakan
bukanlah hal yang asing di Afrika, karena perbudakan sudah terjadi sejak zaman
dahulu yang dilakukan antar suku. Pada awalnya untuk mendapatkan seorang budak
dilaksanakan dengan cara kekerasan. Misalnya melalui perang, serbuan atau
penangkapan. Dalam peperangan salah satu pihak yang kalah dan masih hidup akan
dijadikan budak oleh pihak yang menang. Di Afrika sistem perbudakan juga
mempengaruhi status sosial seseorang, jika seseorang memiliki budak maka budak
tersebut dapat mengangkat status sosial pemiliknya.
Masuknya bangsa
Eropa yang awalnya ingin melakukan perdagangan tapi berujung pada sejarah
kelam. Niatan awal bangsa Eropa untuk perdagangan berubah menjadi penjajahan di
Afrika, saat itulah muncul system perbudakan baru yang dibawa oleh bangsa kulit
putih. Pada awalnya budak adalah suatu hukuman atas kesalahan dan kejahatan
yang diperbuat rakyat di Afrika, mereka yang menjadi budak diminta bekerja
secara paksa oleh kaum penguasa. Dengan munculnya kaum budak maka bangsa Eropa
melihat peluang besar untuk mendapatkan keuntungan lebih, yaitu dengan cara
budak-budak tersebut dibarter dengan minuman keras, senjata dan
peralatan-peralatan yang dibawa oleh orang Barat lainnya yang menginginkan
budak. Dari sistem barter inilah pertama kali perdagangan budak dilakukan oleh
bangsa Eropa.
Pada saat itu
bangsa Eropa membutuhkan tenaga manusia kasar untuk dipekerjakan di perkebunan,
pabrik ataupun pertambangan. Semakin tingginya kebutuhan akan budak Afrika,
maka bangsa Eropa mencari budak dengan perburuan dan penyerbuan serta penculikan ke desa-desa di
Afrika. Bangsa Afrika yang kalah persenjataan dibanding para pendatang dari
daratan Eropa tidak bisa banyak melawan sehingga mereka berhasil di tangkap.
Setelah tertangkap budak-budak tersebut ditampung dipulau Goree sebelum dikirim
ke Amerika dan bangsa Eropa lainnya.
Pulau Goree yang
berada di Sinegal, masyarakat Senegal menyebutnya Ber, tetapi Portugis
menamainya Ila de Palma. Penjajah Belanda menyebutnya Good Reed dan diubah
Perancis menjadi Goree, yang berarti ”pelabuhan baik” dan ada yang mengartikan
sebagai ”pulau yang memberi hasil” (hasil dari perdagangan budak). (Fahjri,
2012)
Penderitaan
budak terus berlangsung, sebelum berlayar ke Amerika dalam keadaan dipasung
selama 3-4 bulan, para budak terlebih dahulu berada di penampungan Pulau Goree
selama 3 bulan. Kapal pertama yang menuju Amerika berlayar pada tahun 1518.
Dan begitulah
perjalanan sejarah perdagangan budak di Afrika yang dilakukan oleh bangsa
Eropa. Bahkan sampai sekarang sistem perbudakan di Afrika belum benar-benar
dihilangkan walaupun sudah dinyatakan ilegal.
B.
Faktor-faktor
terjadinya Perdagangan Budak di Afrika
Sosial : Perdagangan budak oleh Belanda
dimulai pada tahun 1621 dengan berdirinya Perusahaan Perdagangan Belanda di
India Barat (disingkat WIC). Kapal-kapal WIC pada awalnya dikirim untuk
kepentingan pribadi dan untuk kepentingan perang melawan armada Portugis-Spanyol.
Pada tahun 1628, kapten Piet Hein berhasil menaklukkan kapal Spanyol yang
memuat perak dan pada tahun 1638 Portugis harus melepaskan Saint George
d’el Mina yang sekarang disebut Ghana kepada WIC. Selain itu, sebagian
Brazil diduduki (1624 – 1654) dan pada tahun 1665 klaim Republik terhadap apa
yang disebut hak kolonial terhadap beberapa wilayah mendapat pengakuan.
Wilayah-wilayah tersebut adalah apa yang disebut Wild Coast (Suriname,
Berbice, Essequibo-Demararay) dan pulau-pulau di Antilian yaitu Aruba, Bonaire,
Curaçao, Saint Martin, Sint Eustatius dan Saba.
Belanda menjadi pemain penting di kawasan Atlantik sebagai
penguasa kolonial dan pedagang para budak. Hingga tahun 1730, WIC memegang
monopoli perdagangan budak. Perlahan-lahan, Perusahaan Perdagangan Middelburg
(didirikan tahun 1720) tumbuh menjadi usaha dagang budak terbesar dengan
beberapa tempat pelelangan di Rotterdam dan Amsterdam untuk menyaingi WIC.
Sekitar tahun 1770, perdagangan budak yang dilakukan Belanda mencapai
puncaknya, mengangkut sekitar enam ribu budak setiap tahunnya. Pada tahun-tahun
berikutnya jumlah tersebut menurun dengan cepat.
Menjadi budak berarti dipaksa untuk bekerja dan tidak
mempunyai hak berpendapat untuk memilih bekerja dimana, dengan siapa dan
bagaimana. Para budak dari Afrika dan para penerusnya yang lahir pada masa
perbudakan, bekerja di berbagai perkebunan gula, kopi, coklat, kapas dan
tembakau. Mereka juga bekerja di tambang garam di Curacao dan melayani para
tuan mereka. Tidak semua budak menerima nasib mereka begitu saja. Khususnya di
Suriname, para budak melarikan diri, menetap di hutan dan membangun komunitas
mereka sendiri berdampingan dengan bangsa Indian. Para budak yang membangkang
ini disebut Maroon atau Negro Hutan. Selain itu, selalu terjadi
pemberontakan baik yang kecil-kecilan maupun yang besar-besaran di kawasan
perkebunan dan di daerah perkotaan. Pemberontakan budak terbesar terjadi pada
tahun 1795 di Curacao di bawah kepemimpinan Tula yang menuntut kebebasan. Tula
mendapat gagasan dari Revolusi Prancis dan kesuksesan pemberontakan budak di
Santa-Domingue (Haiti). Namun demikian, Tula membayar kebebasan dengan
nyawanya.
Pada akhir Abad ke-18 kemarahan terhadap perdagangan budak
semakin meningkat. Hal ini juga terjadi di Belanda, walaupun berbagai diskusi
sering didominasi oleh kepentingan para pemilik budak. Melalui berbagai
tekanan, perdagangan budak di Inggris akhirnya dilarang pada tahun 1814.
Sementara di Belanda, tenaga kerja budak dan usaha perbudakan baru dilarang
pada tanggal 1 Juli 1863. Belanda tercatat sebagai salah satu negara Eropa
terakhir yang membebaskan para budaknya.
Politik :
Sejarah Kapitalisme adalah paralel dengan sejarah perbudakan dan penjajahan
yang menuhankan kebebasan manusia dan materi sebagai sesuatu yang sangat
penting mendorong mereka untuk menghalalkan berbagai cara demi meraih
kepentingan itu. Untuk meraih keuntungan material yang besar, Barat membutuhkan
modal yang besar, pasar yang luas, sumber bahan mentah dan energi murah serta
buruh yang murah. Untuk itulah mereka melakukan kolonialisasi.
Kapitalisme
juga yang melahirkan kolonialisme barat terhadap negara-negara di Asia dan
Afrika. Penjajahan barat di berbagai belahan dunia lain dengan membawa misi
glory (kejayaan) , gold (emas), dan gospel (kristenisasi). Negara-negara ini
kemudian menimbulkan penderitaan yang luar biasa terhadap kawasan yang mereka
jajah. Terjadilah kerja paksa, perampokan kekayaan alam sampai pembunuhan
massal.
Ekonomi : Sistem feodalisme pada Eropa Zaman Pertengahan telah
menjadikan kaum petani sebagai budak. Jika tuan tanah menjual tanahnya, maka
para petani yang berada di tanah tersebut ikut dijual ke pemilik tanah yang
baru. Kaum budak petani hanya dianggap alat untuk menggarap tanah. Pada Zaman
Pertengahan, orang Italia mengembangkan ladang tebu yang luas sekitar paruh
abad ke-12. Mereka menggunakan budak dari Rusia dan dari daerah-daerah lain
Eropa untuk melakukan pekerjaan. Karena banyak bangsa Rusia kala itu yang
ditangkap untuk dijadikan budak, rumpun bangsa Rusia pun populer disebut
sebagai ras Slavia (dari kata slaves -budak). Pada tahun 1300, orang kulit
hitam Afrika mulai menggantikan budak-budak Rusia. Budak kulit hitam itu dibeli
atau ditangkap dari negara-negara Arab di Afrika Utara.
Menjelang tahun 1500-an, Spanyol
dan Portugal membangun koloni-koloni di Amerika. Orang-orang Eropa
mempekerjakan Indian pribumi Amerika di perkebunan luas dan pertambangan di
koloni-koloni di Amerika. Kebanyakan orang Indian meninggal dunia karena
terserang penyakit dari Eropa, dan akibat perlakuan yang buruk. Karena itu
Spanyol dan Portugal mulai mendatangkan orang-orang dari Afrika Barat sebagai budak.
Prancis, Inggris, dan Belanda berbuat serupa di koloni-koloni mereka di
Amerika. Para pedagang budak menyebarkan paham bahwa masyarakat kulit hitam
(ras Afrika) adalah ras yang terkuat namun inferior, sehingga cocok untuk
mengerjakan pekerjaan kasar dan harus tunduk pada perintah. Pandangan
inferioritas ini sama dengan yang terjadi pada masa Romawi dan Yunani.
Pemilik perkebunan besar bisa
memiliki sampai 200 budak. Budak-budak bekerja berat dalam waktu sangat lama.
Mereka bekerja setiap hari mulai matahari terbit sampai matahari terbenam.
Banyak dari budak-budak itu hidup di gudang-gudang kecil dalam kondisi sangat
menyedihkan, tanpa fasilitas penghangat ataupun perabot rumah. Kadang-kadang 5
sampai 10 orang bersama-sama menempati satu ruangan. Budak pribadi biasanya
tinggal di rumah pemilik rumah. Mereka melakukan pekerjaan memasak dan
membersihkan rumah. Mereka bekerja dalam waktu lebih pendek daripada yang
bekerja di ladang, tetapi diawasi lebih ketat oleh pemilik rumah dan
keluarganya.
C. Sistem
Perbudakan di Afrika
Sistem Perdagangan Budak di Afrika
Perdagangan budak yang terjadi di Afrika yang dilakukan oleh banyak Bangsa
Barat seperti Amerika, Portugis, Belanda, dan Bangsa Eropa, menimbulkan banyak
jutaan orang mulai dari laki-laki, perempuan, dewasa, maupun remaja hingga
anak-anak dipaksa menjadi budak bahkan binatang milik orang-orang berkulit
hitam ini pun ikut dirampas oleh mereka para Kolonialisme Amerika dan Eropa.
Rata-rata dari mereka akan dipekerjakan sebagai budak di perkebunan kopi,
coklat, tembakau, kapas, dan gula hingga bekerja sebagai buruh pertambangan
dengan status budak. Sebelum dikirim ke Eropa dan Amerika, mereka ditampung
dalam sebuah kapal para Kolonialisme Eropa dengan kondisi yang menyedihkan,
kekurangan makanan, hingga terkena penyakit yang menyebabkan beberapa orang
dari mereka meninggal. Selain itu banyak dari calon budak tersebut yang memilih
terjun ke laut untuk melarikan diri meskipun pada akhirnya tertangkap oleh
jaring-jaring kapal yang telah disiapkan para Kolonialisme Amerika. Dalam rangkaian
memperoleh dan memperdagangkan budak asal Benua Hitam Afrika ini, tentu saja
para Kolonialisme banyak melakukan trik atau cara sebagai langkah pendekatan
pada penduduk Afrika. Dengan kondisi ekonomi sosial dan budaya yang dimiliki
penduduk Afrika saat itu, mungkin akan mudah bagi Amerika dan Eropa serta
Bangsa Kolonialisme lainnya untuk mempengaruhi para penduduk Afrika. Seperti
yang diketahui bahwa kehidupan orang-orang Afrika sangat jauh dari kata
kemakmuran, kesehatan, dan kesejahteraan.Meskipun pada awalnya cukup banyak
penduduk Afrika yang tertipu oleh ajakan Amerika untuk dapat bekerja layak di
Amerika dan Bangsa Barat lainnya, akan tetapi semakin lama mereka makin paham
akan tujuan utama Amerika. Tujuan yang dimaksud adalah untuk memperkerjakan
mereka yakni penduduk Afrika sebagai buruh yang tak berbayar atau dapat disebut
sebagai budak. Karena hal itulah semakin sulit untuk Amerika dan Eropa dalam
mendapatkan budak-budak. Hingga mereka pun melakukan cara-cara yang lebih kejam
dan bersifat pemaksaan. Hal ini seolah menjadi ladang dan aset sumber daya
manusia yang dapat dipekerjakan sewenang-wenang oleh Bangsa-bangsa Kolonialisme
Imperialis. Inilah salah satu bentuk monopoli Bangsa-bangsa Kolonialisme
Imperialis pada Benua Hitam Afrika. Ada beberapa sistem dan cara yang dilakukan
Bangsa Barat untuk mendapatkan budak-budak kulit hitam dari Afrika. Beberapa
cara yakni melalui perekrutan, penculikan, pelelangan, dan barter.
Sistem Perekrutan
Untuk langkah awal dalam memperoleh budak di
Afrika, para Kolonialisme melakukan perekrutan terhadap para calon budak.
Perekrutan ini dilakukan dengan terlebih dahulu memberi janji kesejahteraan
kepada para calon budak dari Afrika. Karena memang kondisi kehidupan penduduk
Afrika yang dapat dikatakan sangat kekurangan dan jauh dari kata layak, maka
dengan adanya kondisi semacam itu mendukung para penduduk untuk menyetujui
ajakan Kolonialisme. Selain melalui cara ini, Kolonialisme melakukan beberapa
cara yang lebih berani untuk mendapatkan banyak budak dari Afrika tersebut.
Sistem Barter
Selain dengan cara merekrut, orang-orang
Amerika dan Eropa memperoleh para budak dengan cara barter. Cara ini merupakan
cara memperoleh budak dari Afrika dengan menukarkan sejumlah uang, barang atau
yang lainnya seperti minuman keras, perhiasan, pedang, dan bedil. Barter ini
dilakukan antara orang-orang Afrika dengan para penguasa lokal Afrika maupun
antara orang-orang Afrika dengan Bangsa Barat. Apalagi Orang Afrika sering
menjadikan sesama orang Afrika sebagai barang dagangan untuk barter. Barang
yang paling laku adalah bedil, karena adanya perang antar suku. Pada waktu itu,
ada banyak sekali tawanan perang antar suku yang dijadikan budak, sehingga
perang dijadikan ladang bisnis yang menggiurkan bagi para pemenang perang dan
saudagar budak yang tamak. Sehingga pada dasarnya orang-orang Eropa sendiri
telah cukup mengenal perbudakan.
Sistem Penculikan/ Penangkapan
Untuk menambah jumlah budak yang dibutuhkan
dari Afrika, maka selanjutnya pemburuan budak dilakukan dengan cara penculikan
dan penangkapan di daerah pedesaan pada Benua Afrika. Karena kurangnya
persenjataan, maka orang-orang Afrika berhasil ditangkap dan diculik oleh para
Kolonialisme Eropa. Selain itu orang Eropa juga melakukan politik adu domba
untuk menambah budak. Berbagai upaya dilakukan orang Eropa untuk terus menambah
jumlah budak. Setelah budak berhasil didapatkan kemudian budak dibawa menuju
Benua Amerika untuk dipekerjakan, para budak dipekerjakan demi keuntungan pihak
tuannya. Perburuan dan perdagangan budak ini dilakukan untuk mendapatkan tenaga
buruh yang murah. Perbudakan ini dilakuakan antara tahun 1562 dan 1807.
Kolonialisme memaksa 11 juta orang Afrika untuk dibawa ke pantai Barat Afrika,
yang kemudian mereka dibawa ke Amerika. Mereka dimasukan ke dalam kapal-kapal
Kolonialismeme Eropa.
Kondisi orang-orang Afrika saat dalam
penampungan tersebut sangat menyedihkan. Bahkan banyak dari mereka yang
kemudian terserang penyakit. Selain itu beberapa diantara mereka berusaha
melarikan diri, namun tetap saja pada akhirnya tertangkap oleh penjaga kapal
Kolonialisme Eropa. Sistem Pelelangan Selain beberapa cara yang telah
disebutkan sebelumnya, cara lain yang dilakukan yakni dengan melakukan
pelelangan budak. Pelelangan budak (The Salve Auction) dilakukan pada kapal yang
berisi budak-budak yang telah merapat dipelabuhan di Benua Amerika kemudian
dilelang atau dijual oleh para pedagang budak melalui pelelangan. Banyak poster
pelelangan budak disebarluaskan di penjuru kota, dan jadwal pelelangan juga
ditetapkan. Budak pun memiliki klasifikasi harga dalam hal mutu, sehingga budak
disini memang diartikan selayaknya barang dagang oleh Bangsa Kolonialismeme.
Budak yang kuat, sehat merupakan budak dengan harga yang paling mahal sedangkan
budak yang kecil, muda, tua, sakit terjual paling akhir dengan harga yang
murah. Terkadang apabila ada budak yang datang dengan keluarganya, maka
budak-budak tersebut harus dipisahkan. Sehingga mereka dijual terpisah oleh
para pedagang budak. Pada saat pelelangan berlangsung, budak-budak tersebut tidak
paham akan situasi apa yang sedang mereka hadapi saat itu karena pelelangan
dilakukan dengan bahasa yang tidak mereka mengerti, dan mereka diambil berganti
tuan yang baru.
Asal muasal perdagangan budak berada di
Pulau Goree Senegal. Pulau tersebut memiliki monumen sejarah asal muasal
penjual-belian budak-budak Afrika Hitam. Pulau Goree atau Gauri atau Gouri
tersebut merupakan pulau transit penjualan budak-budak Afrika yang
diperdagangkan oleh para ‘cowboy’ Amerika Serikat yang dibeli oleh para calo di
Afrika diantara suku-suku yang konflik. Orang-orang Eropa membeli budak yang
ditukar dengan senjata, karena senjata tersebut dapat dijadikan mencari mangsa
budak-budak lainnya. Kemudian budak-budak tersebut mereka ekspor ke Lusiana,
Amerika Serikat. Sedangkan budak perempuan dibeli dengan barter gentong anggur.
Kemudian diekspor ke Cuba, sedangkan anak-anak diekspor ke Haiti. Penjual
belian budak menghancurkan pulau tersebut pada tahun 1848 karena terjadi
kerusuhan 20 juta budak, 6 juta diantaranya tewas dalam peristiwa tersebut.
D. Keuntungan
dan Kerugian di masing-masing Negara
Keuntungan
akibat penjualan budak afrika ke eropa dan amerika
a. Segi ekonomi
Fungsi
budak adalah sebagai Aliving tool , selain itu budak merupakan komoditi export
yang paling berharga dan paling banyak diminta oleh dunia international dan
juga Budak dapat diperkerjakan untuk menghasilkan sesuatu barang yang dapat di export sehingga menambah
pemasukan bagi masyarakat yang memiliki budak.
b. Segi politik :
Secara politik
budak memberikan status sosial bagi
warga amerika karena di Amerika seseorang yang memiliki budak dipandang
lebih terhormat dibandingkan seseorang
yang tidak memiliki budak.
c. Segi religi :
Dalam masyarakat Dahoney budak biasa dijdikan kurban
dalam upacara keagamaan atau menemani tuanya kealam baka , berbeda dengan suku
lainya budak selain dijadikan kurban dalam upacar keagamaan dan kematian yang
berarti dibunuh adapula yang dimasukan dalam golongan khusus yang disebut Osu ,
yang ditemui dalam masyarakat Igha Barat dan tenganh. Osu adalah budak yang
dipersembahkan hidup oleh tuanya kepada dewa tetentu dengan menyelenggarakan
berbagai upacara keagamaan. Mereka hidup terpisah dengan secara fisisk dari
anggota masyarakat lainya, tinggal dekat temple dan memperoleh sebidang tanah
yang mereka kerjakan mengadakan hubungan perkawinan hanya antara sesama Osu,
yang statusnya abadi turun temurun dan masyarakat mengakui mereka sebagai budak
milik para dewa.
Kerugian
akibat penjualan budak afrika ke eropa dan amerika
a.
Segi
Ekonomi
Perekonomian
di afrika sendiri mati akibat dari pengambilan manusia–manusia di afrika
sehingga tidak ada yang mengolah lahan-lahan di Afrika sendiri. Selain itu di
sektor industri juga tidak dapat berproduksi karena banyak orang yang sudah
pergi dari wilayah tersebut.
b.
Segi
Pendidikan
Pendidikan
di Afrika juga tidak dapat berkembang dengan baik karena anak-anak yang menjadi
calon-calon penerus bangsa juga di ambil untuk di jadikan budak di Eropa dan
Amerika sehingga pendidikan di Afrika tidak dapat berkembang.
c.
Segi
Budaya
Dengan
hilangnya penduduk sedikit demi sedikit dari afrika, kebudayaan mereka yang
telah lama di miliki pun juga mulai hilang sebab budak-budak yang di kirim
kemungkinan besar tidak dapat mengembangkan kebudayaan yang mereka miliki di
sana. Peluang untuk kembali ke negri asal pun juga tidak mungkin.
- Segi
Sosial
Kehidupan
masyarakat di Afrika sangatlah mengenaskan, hal itu sangat mempengaruhi
kehidupan sosial dari masyarakat Afrika yang mendapatkan perlakuan tidak baik
yaitu di jadikan budak oleh bangsanya sendiri dan kemudian di jual. Hal ini
tentu menyebabkan dendam yang sangat dalam karena orang-orang afrika sendirilah
yang sebenarnya membuat jurang perbedaan yaitu antara penguasa dan budak-budak.
Dengan demikian segi sosial dalam hal persatuan sedikit demi sedikit mulai
memudar karena penjualan budak-budak dari Afrika.
E. Upaya
yang dilakukan dari luar negeri maupun luar negeri
Perjuangan
rakyat dan pemimpin Afrika muncul dan tenggelam, seiring dan selama berlalunya
masa perbudakan Afrika yang hampir empat abad. Salah satu perjuangan itu adalah datang dari Raja Kongo
Zanga Bamba yang mengirim surat protes kepada Raja Portugal tahun 1526. Dalam
surat itu dijelaskan, pedagang Portugal bekerja sama dengan sindikat Afrika
terlibat aksi penangkapan terhadap penduduk Afrika miskin untuk dijadikan budak
di negara-negara Barat. Sejumlah pemimpin Afrika Barat juga melarang
pengangkutan budak melewati wilayah kekuasaannya.
Namun
upaya pemimpin dan bangsa Afrika melarang perdagangan budak selalu gagal
lantaran perjuangan yang hanya bersifat lokal dan tidak memiliki kekuatan
senjata yang memadai. Sementara para pemburu budak dari Eropa rata-rata
memiliki tentara dan bersenjata api yang sangat ditakuti pada waktu itu.
Sindikat dan mafia perdagangan budak juga sudah terlalu kuat. Sekitar 11 juta
warga Afrika pun menjadi korban kekejaman dalam bisnis perbudakan selama empat
abad di masa lalu. Dan pada era modrn ini Perdagangan manusia adalah kasus yang
tidak dapat di hindari oleh setiap negara. Kasus perdagangan manusia sangat
sulit untuk dihilangkan melainkan hanya dapat diminimalisir agar tidak terus
meningkat. Untuk meminimalisirnyapun diperlukan peran serta dari berbagai pihak
terutama pemerintah. Jika pemerintah berperan aktif dalam memberantas
perdagangan manusia serta bekerja sama dengan negara lain, maka selamanya
manusia tidak akan menjadi komoditi legal yang bebas diperdagangkan.
Secara garis besar,
dapat disimpulkan bahwa solusi yang sudah dan harus dilakukan oleh pemerintah
untuk mengurangi perdagangan manusia di afrika adalah sebagai berikut :
1.
Mengurangi Pariwisata Seks.
Seperti Pemerintah Panama yang telah
membuat sebuah undang-undang antiperdagangan baru yang menangani perdagangan
dalam konteks pornografi anak, pariwisata seks, dan penggunaan internet. Di
antara keistimewaan-keistimewaan lain, undang-undang ini mewajibkan pesawat
terbang, agen-agen wisata, dan hotel-hotel untuk memberi informasi tertulis
kepada pelanggan tentang larangan dalam undang-undang baru.
2.
Menahan Korban-korban Potensial.
Seperti Pemerintah Afrika yang telah
memberi wewenang kepada Departemen
Keamanan Administratif (Department of
Administrative Security/DAS) untuk mengidentifikasi dan mendekati wisatawan
outbound yang potensial menjadi korban-korban perdagangan di lapangan udara
sebelum mereka melakukan penerbangan internasional. Petugas DAS mencoba untuk
menginformasikan kepada korban-korban potensial tentang risiko perdagangan dan
penipuan dalam tawaran pekerjaan.
3.
Memerangi Praktek-praktek
Tradisional.
Misalnya Praktik yang biasa dilakukan
orang Afrika dalam “pengangkatan anak” yang memberi kontribusi langsung dalam
perdagangan manusia. Perdagangan anak dimulai dengan kesepakatan pribadi antara
pelaku perdagangan dan anggota keluarga, yang terdorong oleh kondisi ekonomi
keluarga yang memprihatinkan serta nafsu pelaku akan keuntungan dan tenaga
kerja murah. Kepada keluarga, khususnya yang mempunyai mata pencarian di bidang
agrikultur,
dikatakan bahwa anak mereka akan
mendapat pendidikan dan belajar berdagang. Namun dalam semua kasus, anak
diperdagangkan untuk kerja paksa domestik, pengasong, atau eksploitasi seks.
Sebagai jawaban, Pemerintah Ghana melakukan “Operation Bring Your Children
Home” untuk meminta agar orang tua yang menjual anak mereka pada pelaku
untuk membawanya pulang kembali dan sebagai gantinya mendapat bantuan usaha,
pelatihan kerja, fasilitas kredit mikro,
serta bantuan biaya sekolah dan seragam.
Untuk membangkitkan kesadaran publik pada progam ini, polisi Ghana melakukan
pertemuan-pertemuan informal di pemberhentian truk yang besar di Accra serta
memberikan pemahaman pada para sopir dan memberangkatkan perwakilan serikat
pekerja untuk mengidentifikasi korban-korban perdagangan.
4.
Menghubungkan Para Diplomat untuk
Berbagi Informasi.
Misalnya Kementerian Perhubungan Luar
Negeri (The Ministry of Foreign Affairs/MFA). Republik Dominika yang telah
membuat empat “jaringan anti-perdagangan” di antara paradiplomat dalam konsulat
dan kedutaan besar di negara-negara yang merupakan tujuan utama perdagangan
wanita
5. Memerangi
Perdagangan Anak.
Misalnya Pemerintah Afrika yang memulai
sebuah praktik inovatif untuk secara efektif mengidentifikasi dan menyelamatkan
anak-anak yang diperdagangkan dari ekonomi lemah untuk menjadi joki unta di
gelanggang pacuan UAE. Kebanyakan dari anak-anak ini diperdagangkan melalui
penggunaan dokumen-dokumen palsu dari negara asal mereka yang memperlihatkan
umur yang lebih tua dan orang tua palsu yang menemani anak-anak itu ke UAE.
Dalam Sejarahnya
Kapitalisme adalah paralel dengan sejarah perbudakan dan penjajahan yang
menuhankan kebebasan manusia dan materi sebagai sesuatu yang sangat penting
mendorong mereka untuk menghalalkan berbagai cara demi meraih kepentingan itu.
Untuk meraih keuntungan material yang besar, Barat membutuhkan modal yang
besar, pasar yang luas, sumber bahan mentah dan energi murah serta buruh yang
murah. Untuk itulah mereka melakukan kolonialisas.
Kapitalisme
juga yang melahirkan kolonialisme barat terhadap negara-negara di Asia dan
Afrika. Penjajahan barat di berbagai belahan dunia lain dengan membawa misi
glory (kejayaan) , gold (emas), dan gospel (kristenisasi). Negara-negara ini
kemudian menimbulkan penderitaan yang luar biasa terhadap kawasan yang mereka
jajah. Terjadilah kerja paksa, perampokan kekayaan alam sampai pembunuhan
massal.
Cara
mengatasi perdagangan budak oleh dunia internasional anatara lain:
1. Karena
cara mengatasi perdagangan budak oleh internasional maka diperlukan organisasi
dunia yang khusus menangani perdagangan budak di bawah Perserikatan
Bangsa-Bangsa yang aktif dalam melindungi, mengawasi, member penyuluhan tentang
bahaya dan juga kerugian daripada perdangan budak ini. Organisasi ini
dimasukkan sebagai cabang dari WTO (World Trade Organitation) yang mengurusi
tentang peraturan perdagangan di dunia atau ILO (International Labour
Organitation) yang mengurusi tentang masalah serikat buruh dunia yang kedua
organisasi tersebut merupakan organisasi resmi yang dibentuk oleh PBB jadi
dimungkinkan untuk hal itu`
2. Karena
perdangan budak ini masuk dalam wilayahnya WTO (World Trade Organitation) untuk
mengurusi maka seharusnya menerapkan aturan yang ketat dalam urusan perdagangan
budak ini atau bahkan seharusnya WTO harus melakukan observasi atau mendanai
observasi untuk mengindentifikasi perdagangan budak yang terjadi sehingga WTO
dapat mencegahnya atau paling tidak meminimalisir terjadinya perdangan budak.
ILO juga harus bertindak sama seperti WTO. Sebagai organisasi yang mengurusi
ketenagakerjaan ILO seharusnya juga mampu untuk mencegah terjadinya perdagangan
ini. Misalnya dengan menerapkan standar
yang pasti tentang standar dari pekerja yang dipekerjakan di luar
negerinya, contoh tenaga kerja harus minimal berumur 17 tahun, pendidikan
minimal Sekolah Menengah Atas.
3. Langkah
yang selanjutnya adalah semua Negara di Afrika harus melakukan konvensi atau
kesepakatan bahwa perdagangan budak itu harus dilarang atau mungkin harus
menerapkan hukuman yang sama antar Negara di Afrika untuk siapa saja yang
terlibat dalam perdagangan budak. Karena di Afrika perdagangan budak di Afrika
sudah merupakan hal yang tabu bahkan perdagangan budak ini dilakukan dengan terorganisir dengan rapi
yang lebih meresahkan lagi adalah budak yang diperdagangannya sebagian adalah
anak-anak.
4. Semua
Negara di Afrika harus juga bersepakat untuk memperketat perbatasan wilayah
Negara mereka karena biasanya perbatasan-perbatasan yang kurang ketat
penjagaannya ini yang dimanfaatkan oleh para penjual budak untuk menyelundupkan
“barang dagangannya” ke luar.
F. Keadaan
Perbudakan di Afrika sekarang
Perdagangan
manusia sebagai budak keturunan Afrika sudah berlangsung berabad-abad yang
lalu. Berawal dari hubungan perdagangan yang dilakukan oleh Bangsa Eropa, namun
hubungan dagang tersebut berubah menjadi imperialisme dan kolonialisme yang
menggerogoti wilayah Afrika. Bangsa kulit putih sudah mulai maju dan cerdas
sehingga mereka berinisiatif untuk mengambil orang-orang Afrika yang akan
dipekerjakan sebagai budak di perkebunan, pertambangan, pabrik-pabrik dan
sebagainya. Perbudakan tersebut secara ‘legal’ pernah dilakukan Eropa terhadap
kulit hitam ini berlangsung dari abad 14 sampai dengan abad 18. Mereka meminta
budak dan kemudian menukarnya dengan alkohol,
senjata dan sebagainya dengan budak. Secara perlahan pada akhir abad 18
satu persatu Bangsa Eropa sudah mulai menghapus perbudakan atas Afrika. Pada
tahun 1814 Inggris melarang perbudakan meskipun melalui berbagai tekanan.
Kemudian Belanda baru meghapus praktik perbudakan pada 1 Juli 1863 dan Belanda
merupakan salah satu negara terakhir dari Bangsa Eropa yang menghapus praktik
perbudakan.
Praktik
perbudakan masa penjajahan di Afrika memang sudah berakhir ketika abad 18. Akan
tetapi, bukan berarti hal tersebut usai begitu saja. Saat ini praktik
perbudakan masih kita temui namun dengan tindakan yang berbeda dan secara
ekspilisit. Jika ketika masa imperialisme dan kolonialisme perbudakan dilakukan
secara kasar, menggerogoti, kejam, dan sewenang-wenang, di zaman modern saat
ini praktik perbudakan dilakukan dengan cara yang tidak terlihat oleh pelaku
dan korbannya. Perkebunan, industri, pertanian, dan sebagainya saat ini di
dalamnya terdapat praktik perbudakan dan berlangsung secara tertutup.
Perbudakan di era modern ini mengalami perubahan yang lebih elegan yaitu human
trafficking perdagangan manusia yang mengarah kepada kekerasan, prostitusi,
kerja paksa, buruh paksa, dan pekerja anak. Perbudakan dan perdagangan manusia
dua hal yang hampir sama. Mereka (budak) direnggut hak asasinya, dieksploitasi
secara fisik dan psikis kemudian dipaksa untuk memenuhi keinginan majikannya
dan jika tidak maka hukuman yang ringan maupun beratlah yang mereka terima.
Berikut kutipan
pernyataan Menteri Luar Negeri AS,
Hillary Clinton,yang dikutip dalam blog Counter Women Trafficking Commisions
yang diposting pada Sabtu, 23 Juni 2012 dari
menyebutkan bahwa beberapa
waktu lalu atau tepatnya tanggal 19 Juni 2012, Departemen Luar Negeri Amerika
Serikat telah meluncurkan laporan tentang perdagangan orang untuk tahun
pelaporan 2011 atau yang dikenal dengan ‘ 2012 Trafficking in Persons Report “.
Dalam Konferensi persnya, Menteri Luar Negeri Amerika
Hillary Clinton mengatakan ia cenderung menggunakan istilah “perbudakan modern”
dari pada perdagangan manusia. Ia mengatakan kata perbudakan tepat arti tentang
apa yang sesungguhnya terjadi.
Secara Global di laporkan oleh Departemen tersebut
bahwa ada 17 negara yang hampir tidak melakukan apapun untuk melawan
perdagangan manusia dan mungkin terlibat dalam kejahatan semacam itu.
Departemen Luar negeri menyebut ke 17 negara itu sebagai
negara asal, transit dan tujuan kejahatan-kejahatan seperti perbudakan seks,
kerja paksa dan perekrutan tentara anak-anak.
Saat ini diperkirakan sebanyak 27 juta orang di seluruh
dunia menjadi korban perbudakan modern,yang kita sebut perdagangan manusia,”
ungkap Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Hillary Clinton saat
meluncurkan laporan tahunan perdagangan manusia di Departemen Luar Negeri
AS,seperti dikutip AFP.
Meski terbilang tinggi, laporan tersebut menunjukkan, saat
ini banyak negara menjadi lebih sadar terhadap masalah perbudakan, dengan mempertegas
hukum dan program untuk membantu korban. Ini dianggap sebagai kemajuan yang
terus dilakukan untuk menghapus apa yang disebut sebagai momok perdagangan
manusia. Dari 185 negara yang masuk dalam laporan tahun 2012, hanya 33 negara
yang telah menjalankan undang undang secara tegas untuk mengakhiri perdagangan
manusia.
Sedangkan,lima negara tercatat telah keluar dari daftar
hitam yang dikenal sebagai tingkat tiga, termasuk Myanmar dan Venezuela, yang
akan dimasukkan di antara 42 negara yang dikenal sebagai daftar pantauan
tingkat 2. Myanmar dihapus dari daftar hitam karena pemerintahnya telah
mengambil sejumlah langkah yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk mengatasi
kerja paksa dan wajib militer tentara anak.
Sementara, di antara 16 negara lain yang masuk dalam daftar
hitam adalah Aljazair, Republik Demokratik Kongo, Libya, Korea Utara (Korut),
dan Arab Saudi.Kenya melorot ke daftar pantauan untuk pertama kali dalam lima
tahun. Sedangkan, Nigeria kehilangan tempatnya di tingkat 1, karena perempuan
dan anakanak dipaksa menjadi buruh dan perdagangan seks.
Negara-negara
yang mungkin menghadapi sanksi AS karena menolak untuk mematuhi hukum
internasional terhadap perdagangan manusia:
1. Aljazair
2. Republik Afrika Tengah
3. Equatorial Guinea
4. Eritrea
5. Iran
6. Korea Utara
7. Kuwait
8. Libya
9. Madagaskar
10. Papua Nugini
11. Arab Saudi
12. Sudan
13. Suriah
14. Yaman
15. Zimbabwe
16. Somalia
"….. Dan tujuan kami harus menempatkan harapan dan
impian dalam jangkauan kembali, apakah itu untuk mendapatkan pekerjaan yang
baik, untuk mengirim uang untuk menghidupi keluarganya, berusaha untuk
mendapatkan pendidikan bagi diri sendiri atau anak-anak, atau sekedar mengejar
peluang baru yang dapat menuju kehidupan yang lebih baik….. "
Diluar Pelaporan tahunan diatas menurut perkiraan
Organisasi Buruh Internasional tahun 2012, perempuan dan anak perempuan
‘menyumbang’ 55% dari korban kerja paksa dan 98% korban perdagangan seks
di seluruh dunia.
ILO memperkirakan bahwa ada 11,7 juta orang dalam pekerjaan
paksa di Asia, 3,7 juta di Afrika, 1,8 juta di Amerika Tengah dan Selatan, 1,6
juta di Eropa Tengah dan Timur, 600.000 di Timur Tengah, dan 1,5 juta di
Amerika Serikat, Kanada, dan negara-negara di Uni Eropa. Jumlah tersebut telah
meningkat sebesar 70% dibandingkan perkiraan ILO pada tahun 2005.
Di Amerika Serikat, ribuan korban diselundupkan dari
Thailand, India, Meksiko, Filipina, Haiti, Honduras, El Salvador, Republik
Dominika, Guatemala, Peru, dan negara lainnya dipaksa untuk bekerja di toko
keringat atau sebagai pembantu rumah tangga dan pelacur.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Perbudakan bukan lagi hal yang asing di
Afrika, bangsa berkulit hitam ini sering dijadikan budak oleh para penguasa
local. Seiring berjalannya waktu, Bangsa Eropa mulai melakukan hubungan dagang
dan melirik Afrika sebagai tempat berlabuh. Akan tetapi tujuan utama Bangsa
Eropa beralih dari berdagang menjadi berburu budak. Perburuan dan perdagangan
budak ini dilakukan untuk mendapatkan tenaga buruh yang murah. Selain dari
pihak Eropa, terdapat pula factor dari dalam atau kondisi orang-orang di Afrika
itu sendiri yang memang memicu adanya perdagangan budak. Oleh karena itu
perbudakan di Afrika terus terjadi hingga ke pelosok dunia. Bahkan di daerah
Afrika terdapat pulau yang dijadikan sebagai tempat untuk proses transaksi
budak, yaitu Pulau Goree. Hingga saat ini, perdagangan budak masih terus
berlangsung. Dengan adanya hal itu berbagai upaya penghapusan perdagangan budak
juga terus dilakukan tetapi skarang ini masih ada perbudakan yang masih
dilakukan yaitu dengan perbudakan seks.
B. Saran
Bahwa
kita sebagai mahasiswa khususnya pendidikan sejarah yang harus mengerti tentang
permasalahan di masa lalu agar tidak terulang kembali. Seperti yang terjadi di
Afrika yakni Perdagangan Budak, hal itu telah dianggap merampas hak manusia
untuk hidup layak dan damai sehingga kita yang hidup di negara yang sudah
mendapat pengamanan dari dunia harus bersyukur.
DAFTAR PUSTAKA
Sumber
Buku :
Soeratman, Darsiti. 2012. Sejarah Afrika. Yogyakarta: Penerbit
Ombak
BPK (Buku Pegangan Kuliah) Sejarah
Afrika tahun 2011
Sumber
Internet :
http://indonesianvoices.com/index.php?option=com_content&view=article&id=85:perbudakan-barat-perbudakan-di-afrika-budak-penjajahan-dunia-hegemony-barat&catid=1:latest-news (Diakses pada kamis, 12 September 2013)
http://www.indonesianvoices.org/2011/10/perdagangan-budak-afrika-oleh-bangsa.html (Diakses pada kamis, 12 September 2013) http://www.kompasiana.com/post/sejarah/2011/02/12/sejarah-perbudakan/ (Diakses pada kamis, 12 September 2013)
Asrullah,
Fahjri. 2012. Sejarah Kelam Perbudakan
Barat Terhadap Penduduk Afrika. http://fahjri-fisika-modern.blogspot.com
Oktafiana, Sari. 2011. Sejarah Perbudakan.
http://sejarah.kompasiana.com
http://counterwomentrafficking.blogspot.com/2012/06/perbudakan-modern.html
diakses pada Minggu, 15 September 13
http://denimulyanasasmita.blogspot.com/2013/04/perbudakan-modern-bernama-human.html
diakses pada Minggu, 15 September 13
www. Human
Trafficking.org
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus