Senin, 23 Juni 2014

Sejarah Perdagangan Budak di Afrika



BAB I
PENDAHULUAN

A.       Latar Belakang
Perbudakan adalah keadaan di mana orang menguasai atau memiliki orang lain. Sebagian ahli sejarah mengatakan perbudakan mulai timbul sesudah pengembangan pertanian, sekitar sepuluh-ribu tahun yang lalu. Awalnya, para budak terdiri dari penjahat atau orang-orang yang tidak bisa membayar hutang. Ketika terjadi peperangan, kaum yang kalah juga diperlakukan sebagai budak oleh kaum yang menang.
Menurut ahli sejarah, perbudakan pertama-tama diketahui terjadi di masyarakat Mesopotamia (Sumeria, Babilonia, Asiria, Chaldea). Perekonomian kota yang pertama berkembang di sana, dilandaskan pada teknologi pertanian yang berkiblat pada kuil-kuil, imam, lumbung, dan para juru tulis. Surplus sosial menyebabkan terjadinya lembaga ekonomi berdasar peperangan dan perbudakan. Administrasi untuk surplus yang harus disimpan, menimbulkan kebutuhan akan sistem akuntansi. Masalah ini melahirkan sistem tulis-menulis sekitar 6.000 tahun yang lalu. (Perkembangan Pertanian dari Zaman ke Zaman). Dalam makalah ini akan dijelaskan mengenai perdagangan budak khususnya di Afrika yang masih terjadi sampai saat ini.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana Sejarah Perbudakan di Afrika?
2.      Apa saja Faktor-faktor penyebab Perbudakan di Afrika?
3.      Seperti apa Sistem Perbudakan di Afrika?
4.      Apa Keuntungan dan Kerugian di masing-masing Negara?
5.      Bagaimana Upaya yang dilakukan dari luar negeri maupun Luar Negeri?
6.      Bagaimana Keadaan Perbudakan di Afrika sekarang?



C.       Tujuan Penelitian
1.   Tujuan umum penelitian ini adalah untuk memenuhi tugas Sejarah Afrika mengenai Perdagangan Budak di Afrika.
2.   Tujuan Khusus penelitian ini adalah untuk mengetahui Sejarah Perbudakan di Afrika, Faktor-faktor penyebab Perbudakan di Afrika, Sistem Perbudakan di Afrika, Keuntungan dan Kerugian di masing-masing Negara, Upaya yang dilakukan dari luar negeri maupun luar negeri, Keadaan Perbudakan di Afrika sekarang.
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Sejarah Perbudakan di Afrika
Perbudakan bukanlah hal yang asing di Afrika, karena perbudakan sudah terjadi sejak zaman dahulu yang dilakukan antar suku. Pada awalnya untuk mendapatkan seorang budak dilaksanakan dengan cara kekerasan. Misalnya melalui perang, serbuan atau penangkapan. Dalam peperangan salah satu pihak yang kalah dan masih hidup akan dijadikan budak oleh pihak yang menang. Di Afrika sistem perbudakan juga mempengaruhi status sosial seseorang, jika seseorang memiliki budak maka budak tersebut dapat mengangkat status sosial pemiliknya.
Masuknya bangsa Eropa yang awalnya ingin melakukan perdagangan tapi berujung pada sejarah kelam. Niatan awal bangsa Eropa untuk perdagangan berubah menjadi penjajahan di Afrika, saat itulah muncul system perbudakan baru yang dibawa oleh bangsa kulit putih. Pada awalnya budak adalah suatu hukuman atas kesalahan dan kejahatan yang diperbuat rakyat di Afrika, mereka yang menjadi budak diminta bekerja secara paksa oleh kaum penguasa. Dengan munculnya kaum budak maka bangsa Eropa melihat peluang besar untuk mendapatkan keuntungan lebih, yaitu dengan cara budak-budak tersebut dibarter dengan minuman keras, senjata dan peralatan-peralatan yang dibawa oleh orang Barat lainnya yang menginginkan budak. Dari sistem barter inilah pertama kali perdagangan budak dilakukan oleh bangsa Eropa.
Pada saat itu bangsa Eropa membutuhkan tenaga manusia kasar untuk dipekerjakan di perkebunan, pabrik ataupun pertambangan. Semakin tingginya kebutuhan akan budak Afrika, maka bangsa Eropa mencari budak dengan perburuan dan penyerbuan serta penculikan ke desa-desa di Afrika. Bangsa Afrika yang kalah persenjataan dibanding para pendatang dari daratan Eropa tidak bisa banyak melawan sehingga mereka berhasil di tangkap. Setelah tertangkap budak-budak tersebut ditampung dipulau Goree sebelum dikirim ke Amerika dan bangsa Eropa lainnya.
Pulau Goree yang berada di Sinegal, masyarakat Senegal menyebutnya Ber, tetapi Portugis menamainya Ila de Palma. Penjajah Belanda menyebutnya Good Reed dan diubah Perancis menjadi Goree, yang berarti ”pelabuhan baik” dan ada yang mengartikan sebagai ”pulau yang memberi hasil” (hasil dari perdagangan budak). (Fahjri, 2012)
Penderitaan budak terus berlangsung, sebelum berlayar ke Amerika dalam keadaan dipasung selama 3-4 bulan, para budak terlebih dahulu berada di penampungan Pulau Goree selama 3 bulan. Kapal pertama yang menuju Amerika berlayar pada tahun 1518.
Dan begitulah perjalanan sejarah perdagangan budak di Afrika yang dilakukan oleh bangsa Eropa. Bahkan sampai sekarang sistem perbudakan di Afrika belum benar-benar dihilangkan walaupun sudah dinyatakan ilegal.

B.     Faktor-faktor terjadinya Perdagangan Budak di Afrika
 Sosial : Perdagangan budak oleh Belanda dimulai pada tahun 1621 dengan berdirinya Perusahaan Perdagangan Belanda di India Barat (disingkat WIC). Kapal-kapal WIC pada awalnya dikirim untuk kepentingan pribadi dan untuk kepentingan perang melawan armada Portugis-Spanyol. Pada tahun 1628, kapten Piet Hein berhasil menaklukkan kapal Spanyol yang memuat perak dan pada tahun 1638 Portugis harus melepaskan Saint George d’el Mina yang sekarang disebut Ghana kepada WIC. Selain itu, sebagian Brazil diduduki (1624 – 1654) dan pada tahun 1665 klaim Republik terhadap apa yang disebut hak kolonial terhadap beberapa wilayah mendapat pengakuan. Wilayah-wilayah tersebut adalah apa yang disebut Wild Coast (Suriname, Berbice, Essequibo-Demararay) dan pulau-pulau di Antilian yaitu Aruba, Bonaire, Curaçao, Saint Martin, Sint Eustatius dan Saba.
Belanda menjadi pemain penting di kawasan Atlantik sebagai penguasa kolonial dan pedagang para budak. Hingga tahun 1730, WIC memegang monopoli perdagangan budak. Perlahan-lahan, Perusahaan Perdagangan Middelburg (didirikan tahun 1720) tumbuh menjadi usaha dagang budak terbesar dengan beberapa tempat pelelangan di Rotterdam dan Amsterdam untuk menyaingi WIC. Sekitar tahun 1770, perdagangan budak yang dilakukan Belanda mencapai puncaknya, mengangkut sekitar enam ribu budak setiap tahunnya. Pada tahun-tahun berikutnya jumlah tersebut menurun dengan cepat.
Menjadi budak berarti dipaksa untuk bekerja dan tidak mempunyai hak berpendapat untuk memilih bekerja dimana, dengan siapa dan bagaimana. Para budak dari Afrika dan para penerusnya yang lahir pada masa perbudakan, bekerja di berbagai perkebunan gula, kopi, coklat, kapas dan tembakau. Mereka juga bekerja di tambang garam di Curacao dan melayani para tuan mereka. Tidak semua budak menerima nasib mereka begitu saja. Khususnya di Suriname, para budak melarikan diri, menetap di hutan dan membangun komunitas mereka sendiri berdampingan dengan bangsa Indian. Para budak yang membangkang ini disebut Maroon atau Negro Hutan. Selain itu, selalu terjadi pemberontakan baik yang kecil-kecilan maupun yang besar-besaran di kawasan perkebunan dan di daerah perkotaan. Pemberontakan budak terbesar terjadi pada tahun 1795 di Curacao di bawah kepemimpinan Tula yang menuntut kebebasan. Tula mendapat gagasan dari Revolusi Prancis dan kesuksesan pemberontakan budak di Santa-Domingue (Haiti). Namun demikian, Tula membayar kebebasan dengan nyawanya.
Pada akhir Abad ke-18 kemarahan terhadap perdagangan budak semakin meningkat. Hal ini juga terjadi di Belanda, walaupun berbagai diskusi sering didominasi oleh kepentingan para pemilik budak. Melalui berbagai tekanan, perdagangan budak di Inggris akhirnya dilarang pada tahun 1814. Sementara di Belanda, tenaga kerja budak dan usaha perbudakan baru dilarang pada tanggal 1 Juli 1863. Belanda tercatat sebagai salah satu negara Eropa terakhir yang membebaskan para budaknya.
Politik : Sejarah Kapitalisme adalah paralel dengan sejarah perbudakan dan penjajahan yang menuhankan kebebasan manusia dan materi sebagai sesuatu yang sangat penting mendorong mereka untuk menghalalkan berbagai cara demi meraih kepentingan itu. Untuk meraih keuntungan material yang besar, Barat membutuhkan modal yang besar, pasar yang luas, sumber bahan mentah dan energi murah serta buruh yang murah. Untuk itulah mereka melakukan kolonialisasi.
Kapitalisme juga yang melahirkan kolonialisme barat terhadap negara-negara di Asia dan Afrika. Penjajahan barat di berbagai belahan dunia lain dengan membawa misi glory (kejayaan) , gold (emas), dan gospel (kristenisasi). Negara-negara ini kemudian menimbulkan penderitaan yang luar biasa terhadap kawasan yang mereka jajah. Terjadilah kerja paksa, perampokan kekayaan alam sampai pembunuhan massal.
Ekonomi : Sistem feodalisme pada Eropa Zaman Pertengahan telah menjadikan kaum petani sebagai budak. Jika tuan tanah menjual tanahnya, maka para petani yang berada di tanah tersebut ikut dijual ke pemilik tanah yang baru. Kaum budak petani hanya dianggap alat untuk menggarap tanah. Pada Zaman Pertengahan, orang Italia mengembangkan ladang tebu yang luas sekitar paruh abad ke-12. Mereka menggunakan budak dari Rusia dan dari daerah-daerah lain Eropa untuk melakukan pekerjaan. Karena banyak bangsa Rusia kala itu yang ditangkap untuk dijadikan budak, rumpun bangsa Rusia pun populer disebut sebagai ras Slavia (dari kata slaves -budak). Pada tahun 1300, orang kulit hitam Afrika mulai menggantikan budak-budak Rusia. Budak kulit hitam itu dibeli atau ditangkap dari negara-negara Arab di Afrika Utara.
Menjelang tahun 1500-an, Spanyol dan Portugal membangun koloni-koloni di Amerika. Orang-orang Eropa mempekerjakan Indian pribumi Amerika di perkebunan luas dan pertambangan di koloni-koloni di Amerika. Kebanyakan orang Indian meninggal dunia karena terserang penyakit dari Eropa, dan akibat perlakuan yang buruk. Karena itu Spanyol dan Portugal mulai mendatangkan orang-orang dari Afrika Barat sebagai budak. Prancis, Inggris, dan Belanda berbuat serupa di koloni-koloni mereka di Amerika. Para pedagang budak menyebarkan paham bahwa masyarakat kulit hitam (ras Afrika) adalah ras yang terkuat namun inferior, sehingga cocok untuk mengerjakan pekerjaan kasar dan harus tunduk pada perintah. Pandangan inferioritas ini sama dengan yang terjadi pada masa Romawi dan Yunani.
Pemilik perkebunan besar bisa memiliki sampai 200 budak. Budak-budak bekerja berat dalam waktu sangat lama. Mereka bekerja setiap hari mulai matahari terbit sampai matahari terbenam. Banyak dari budak-budak itu hidup di gudang-gudang kecil dalam kondisi sangat menyedihkan, tanpa fasilitas penghangat ataupun perabot rumah. Kadang-kadang 5 sampai 10 orang bersama-sama menempati satu ruangan. Budak pribadi biasanya tinggal di rumah pemilik rumah. Mereka melakukan pekerjaan memasak dan membersihkan rumah. Mereka bekerja dalam waktu lebih pendek daripada yang bekerja di ladang, tetapi diawasi lebih ketat oleh pemilik rumah dan keluarganya.

C.    Sistem Perbudakan di Afrika
Sistem Perdagangan Budak di Afrika Perdagangan budak yang terjadi di Afrika yang dilakukan oleh banyak Bangsa Barat seperti Amerika, Portugis, Belanda, dan Bangsa Eropa, menimbulkan banyak jutaan orang mulai dari laki-laki, perempuan, dewasa, maupun remaja hingga anak-anak dipaksa menjadi budak bahkan binatang milik orang-orang berkulit hitam ini pun ikut dirampas oleh mereka para Kolonialisme Amerika dan Eropa. Rata-rata dari mereka akan dipekerjakan sebagai budak di perkebunan kopi, coklat, tembakau, kapas, dan gula hingga bekerja sebagai buruh pertambangan dengan status budak. Sebelum dikirim ke Eropa dan Amerika, mereka ditampung dalam sebuah kapal para Kolonialisme Eropa dengan kondisi yang menyedihkan, kekurangan makanan, hingga terkena penyakit yang menyebabkan beberapa orang dari mereka meninggal. Selain itu banyak dari calon budak tersebut yang memilih terjun ke laut untuk melarikan diri meskipun pada akhirnya tertangkap oleh jaring-jaring kapal yang telah disiapkan para Kolonialisme Amerika. Dalam rangkaian memperoleh dan memperdagangkan budak asal Benua Hitam Afrika ini, tentu saja para Kolonialisme banyak melakukan trik atau cara sebagai langkah pendekatan pada penduduk Afrika. Dengan kondisi ekonomi sosial dan budaya yang dimiliki penduduk Afrika saat itu, mungkin akan mudah bagi Amerika dan Eropa serta Bangsa Kolonialisme lainnya untuk mempengaruhi para penduduk Afrika. Seperti yang diketahui bahwa kehidupan orang-orang Afrika sangat jauh dari kata kemakmuran, kesehatan, dan kesejahteraan.Meskipun pada awalnya cukup banyak penduduk Afrika yang tertipu oleh ajakan Amerika untuk dapat bekerja layak di Amerika dan Bangsa Barat lainnya, akan tetapi semakin lama mereka makin paham akan tujuan utama Amerika. Tujuan yang dimaksud adalah untuk memperkerjakan mereka yakni penduduk Afrika sebagai buruh yang tak berbayar atau dapat disebut sebagai budak. Karena hal itulah semakin sulit untuk Amerika dan Eropa dalam mendapatkan budak-budak. Hingga mereka pun melakukan cara-cara yang lebih kejam dan bersifat pemaksaan. Hal ini seolah menjadi ladang dan aset sumber daya manusia yang dapat dipekerjakan sewenang-wenang oleh Bangsa-bangsa Kolonialisme Imperialis. Inilah salah satu bentuk monopoli Bangsa-bangsa Kolonialisme Imperialis pada Benua Hitam Afrika. Ada beberapa sistem dan cara yang dilakukan Bangsa Barat untuk mendapatkan budak-budak kulit hitam dari Afrika. Beberapa cara yakni melalui perekrutan, penculikan, pelelangan, dan barter.
Sistem Perekrutan
Untuk langkah awal dalam memperoleh budak di Afrika, para Kolonialisme melakukan perekrutan terhadap para calon budak. Perekrutan ini dilakukan dengan terlebih dahulu memberi janji kesejahteraan kepada para calon budak dari Afrika. Karena memang kondisi kehidupan penduduk Afrika yang dapat dikatakan sangat kekurangan dan jauh dari kata layak, maka dengan adanya kondisi semacam itu mendukung para penduduk untuk menyetujui ajakan Kolonialisme. Selain melalui cara ini, Kolonialisme melakukan beberapa cara yang lebih berani untuk mendapatkan banyak budak dari Afrika tersebut.
Sistem Barter
Selain dengan cara merekrut, orang-orang Amerika dan Eropa memperoleh para budak dengan cara barter. Cara ini merupakan cara memperoleh budak dari Afrika dengan menukarkan sejumlah uang, barang atau yang lainnya seperti minuman keras, perhiasan, pedang, dan bedil. Barter ini dilakukan antara orang-orang Afrika dengan para penguasa lokal Afrika maupun antara orang-orang Afrika dengan Bangsa Barat. Apalagi Orang Afrika sering menjadikan sesama orang Afrika sebagai barang dagangan untuk barter. Barang yang paling laku adalah bedil, karena adanya perang antar suku. Pada waktu itu, ada banyak sekali tawanan perang antar suku yang dijadikan budak, sehingga perang dijadikan ladang bisnis yang menggiurkan bagi para pemenang perang dan saudagar budak yang tamak. Sehingga pada dasarnya orang-orang Eropa sendiri telah cukup mengenal perbudakan.
Sistem Penculikan/ Penangkapan
Untuk menambah jumlah budak yang dibutuhkan dari Afrika, maka selanjutnya pemburuan budak dilakukan dengan cara penculikan dan penangkapan di daerah pedesaan pada Benua Afrika. Karena kurangnya persenjataan, maka orang-orang Afrika berhasil ditangkap dan diculik oleh para Kolonialisme Eropa. Selain itu orang Eropa juga melakukan politik adu domba untuk menambah budak. Berbagai upaya dilakukan orang Eropa untuk terus menambah jumlah budak. Setelah budak berhasil didapatkan kemudian budak dibawa menuju Benua Amerika untuk dipekerjakan, para budak dipekerjakan demi keuntungan pihak tuannya. Perburuan dan perdagangan budak ini dilakukan untuk mendapatkan tenaga buruh yang murah. Perbudakan ini dilakuakan antara tahun 1562 dan 1807. Kolonialisme memaksa 11 juta orang Afrika untuk dibawa ke pantai Barat Afrika, yang kemudian mereka dibawa ke Amerika. Mereka dimasukan ke dalam kapal-kapal Kolonialismeme Eropa.
Kondisi orang-orang Afrika saat dalam penampungan tersebut sangat menyedihkan. Bahkan banyak dari mereka yang kemudian terserang penyakit. Selain itu beberapa diantara mereka berusaha melarikan diri, namun tetap saja pada akhirnya tertangkap oleh penjaga kapal Kolonialisme Eropa. Sistem Pelelangan Selain beberapa cara yang telah disebutkan sebelumnya, cara lain yang dilakukan yakni dengan melakukan pelelangan budak. Pelelangan budak (The Salve Auction) dilakukan pada kapal yang berisi budak-budak yang telah merapat dipelabuhan di Benua Amerika kemudian dilelang atau dijual oleh para pedagang budak melalui pelelangan. Banyak poster pelelangan budak disebarluaskan di penjuru kota, dan jadwal pelelangan juga ditetapkan. Budak pun memiliki klasifikasi harga dalam hal mutu, sehingga budak disini memang diartikan selayaknya barang dagang oleh Bangsa Kolonialismeme. Budak yang kuat, sehat merupakan budak dengan harga yang paling mahal sedangkan budak yang kecil, muda, tua, sakit terjual paling akhir dengan harga yang murah. Terkadang apabila ada budak yang datang dengan keluarganya, maka budak-budak tersebut harus dipisahkan. Sehingga mereka dijual terpisah oleh para pedagang budak. Pada saat pelelangan berlangsung, budak-budak tersebut tidak paham akan situasi apa yang sedang mereka hadapi saat itu karena pelelangan dilakukan dengan bahasa yang tidak mereka mengerti, dan mereka diambil berganti tuan yang baru.
Asal muasal perdagangan budak berada di Pulau Goree Senegal. Pulau tersebut memiliki monumen sejarah asal muasal penjual-belian budak-budak Afrika Hitam. Pulau Goree atau Gauri atau Gouri tersebut merupakan pulau transit penjualan budak-budak Afrika yang diperdagangkan oleh para ‘cowboy’ Amerika Serikat yang dibeli oleh para calo di Afrika diantara suku-suku yang konflik. Orang-orang Eropa membeli budak yang ditukar dengan senjata, karena senjata tersebut dapat dijadikan mencari mangsa budak-budak lainnya. Kemudian budak-budak tersebut mereka ekspor ke Lusiana, Amerika Serikat. Sedangkan budak perempuan dibeli dengan barter gentong anggur. Kemudian diekspor ke Cuba, sedangkan anak-anak diekspor ke Haiti. Penjual belian budak menghancurkan pulau tersebut pada tahun 1848 karena terjadi kerusuhan 20 juta budak, 6 juta diantaranya tewas dalam peristiwa tersebut.

D.    Keuntungan dan Kerugian di masing-masing Negara
Keuntungan akibat penjualan budak afrika ke eropa dan amerika
a.       Segi ekonomi
Fungsi budak adalah sebagai Aliving tool , selain itu budak merupakan komoditi export yang paling berharga dan paling banyak diminta oleh dunia international dan juga Budak dapat diperkerjakan untuk menghasilkan sesuatu barang  yang dapat di export sehingga menambah pemasukan bagi masyarakat yang memiliki budak.



b.      Segi politik :
Secara politik budak  memberikan status sosial bagi warga amerika karena di Amerika seseorang yang memiliki budak dipandang lebih  terhormat dibandingkan seseorang yang tidak memiliki budak.
c.       Segi religi :
Dalam masyarakat Dahoney budak biasa dijdikan kurban dalam upacara keagamaan atau menemani tuanya kealam baka , berbeda dengan suku lainya budak selain dijadikan kurban dalam upacar keagamaan dan kematian yang berarti dibunuh adapula yang dimasukan dalam golongan khusus yang disebut Osu , yang ditemui dalam masyarakat Igha Barat dan tenganh. Osu adalah budak yang dipersembahkan hidup oleh tuanya kepada dewa tetentu dengan menyelenggarakan berbagai upacara keagamaan. Mereka hidup terpisah dengan secara fisisk dari anggota masyarakat lainya, tinggal dekat temple dan memperoleh sebidang tanah yang mereka kerjakan mengadakan hubungan perkawinan hanya antara sesama Osu, yang statusnya abadi turun temurun dan masyarakat mengakui mereka sebagai budak milik para dewa.
Kerugian akibat penjualan budak afrika ke eropa dan amerika
a.       Segi Ekonomi
Perekonomian di afrika sendiri mati akibat dari pengambilan manusia–manusia di afrika sehingga tidak ada yang mengolah lahan-lahan di Afrika sendiri. Selain itu di sektor industri juga tidak dapat berproduksi karena banyak orang yang sudah pergi dari wilayah tersebut.
b.      Segi Pendidikan
Pendidikan di Afrika juga tidak dapat berkembang dengan baik karena anak-anak yang menjadi calon-calon penerus bangsa juga di ambil untuk di jadikan budak di Eropa dan Amerika sehingga pendidikan di Afrika tidak dapat berkembang.
c.       Segi Budaya
Dengan hilangnya penduduk sedikit demi sedikit dari afrika, kebudayaan mereka yang telah lama di miliki pun juga mulai hilang sebab budak-budak yang di kirim kemungkinan besar tidak dapat mengembangkan kebudayaan yang mereka miliki di sana. Peluang untuk kembali ke negri asal pun juga tidak mungkin.
  1. Segi Sosial
Kehidupan masyarakat di Afrika sangatlah mengenaskan, hal itu sangat mempengaruhi kehidupan sosial dari masyarakat Afrika yang mendapatkan perlakuan tidak baik yaitu di jadikan budak oleh bangsanya sendiri dan kemudian di jual. Hal ini tentu menyebabkan dendam yang sangat dalam karena orang-orang afrika sendirilah yang sebenarnya membuat jurang perbedaan yaitu antara penguasa dan budak-budak. Dengan demikian segi sosial dalam hal persatuan sedikit demi sedikit mulai memudar karena penjualan budak-budak dari Afrika.

E.     Upaya yang dilakukan dari luar negeri maupun luar negeri
Perjuangan rakyat dan pemimpin Afrika muncul dan tenggelam, seiring dan selama berlalunya masa perbudakan Afrika yang hampir empat abad. Salah satu  perjuangan itu adalah datang dari Raja Kongo Zanga Bamba yang mengirim surat protes kepada Raja Portugal tahun 1526. Dalam surat itu dijelaskan, pedagang Portugal bekerja sama dengan sindikat Afrika terlibat aksi penangkapan terhadap penduduk Afrika miskin untuk dijadikan budak di negara-negara Barat. Sejumlah pemimpin Afrika Barat juga melarang pengangkutan budak melewati wilayah kekuasaannya.
Namun upaya pemimpin dan bangsa Afrika melarang perdagangan budak selalu gagal lantaran perjuangan yang hanya bersifat lokal dan tidak memiliki kekuatan senjata yang memadai. Sementara para pemburu budak dari Eropa rata-rata memiliki tentara dan bersenjata api yang sangat ditakuti pada waktu itu. Sindikat dan mafia perdagangan budak juga sudah terlalu kuat. Sekitar 11 juta warga Afrika pun menjadi korban kekejaman dalam bisnis perbudakan selama empat abad di masa lalu. Dan pada era modrn ini Perdagangan manusia adalah kasus yang tidak dapat di hindari oleh setiap negara. Kasus perdagangan manusia sangat sulit untuk dihilangkan melainkan hanya dapat diminimalisir agar tidak terus meningkat. Untuk meminimalisirnyapun diperlukan peran serta dari berbagai pihak terutama pemerintah. Jika pemerintah berperan aktif dalam memberantas perdagangan manusia serta bekerja sama dengan negara lain, maka selamanya manusia tidak akan menjadi komoditi legal yang bebas diperdagangkan.
Secara garis besar, dapat disimpulkan bahwa solusi yang sudah dan harus dilakukan oleh pemerintah untuk mengurangi perdagangan manusia di afrika adalah sebagai berikut :
1.      Mengurangi Pariwisata Seks.
Seperti Pemerintah Panama yang telah membuat sebuah undang-undang antiperdagangan baru yang menangani perdagangan dalam konteks pornografi anak, pariwisata seks, dan penggunaan internet. Di antara keistimewaan-keistimewaan lain, undang-undang ini mewajibkan pesawat terbang, agen-agen wisata, dan hotel-hotel untuk memberi informasi tertulis kepada pelanggan tentang larangan dalam undang-undang baru.
2.      Menahan Korban-korban Potensial.
Seperti Pemerintah Afrika yang telah memberi wewenang kepada Departemen
Keamanan Administratif (Department of Administrative Security/DAS) untuk mengidentifikasi dan mendekati wisatawan outbound yang potensial menjadi korban-korban perdagangan di lapangan udara sebelum mereka melakukan penerbangan internasional. Petugas DAS mencoba untuk menginformasikan kepada korban-korban potensial tentang risiko perdagangan dan penipuan dalam tawaran pekerjaan.
3.      Memerangi Praktek-praktek Tradisional.
Misalnya Praktik yang biasa dilakukan orang Afrika dalam “pengangkatan anak” yang memberi kontribusi langsung dalam perdagangan manusia. Perdagangan anak dimulai dengan kesepakatan pribadi antara pelaku perdagangan dan anggota keluarga, yang terdorong oleh kondisi ekonomi keluarga yang memprihatinkan serta nafsu pelaku akan keuntungan dan tenaga kerja murah. Kepada keluarga, khususnya yang mempunyai mata pencarian di bidang agrikultur,
dikatakan bahwa anak mereka akan mendapat pendidikan dan belajar berdagang. Namun dalam semua kasus, anak diperdagangkan untuk kerja paksa domestik, pengasong, atau eksploitasi seks. Sebagai jawaban, Pemerintah Ghana melakukan “Operation Bring Your Children Home” untuk meminta agar orang tua yang menjual anak mereka pada pelaku untuk membawanya pulang kembali dan sebagai gantinya mendapat bantuan usaha, pelatihan kerja, fasilitas kredit mikro,
serta bantuan biaya sekolah dan seragam. Untuk membangkitkan kesadaran publik pada progam ini, polisi Ghana melakukan pertemuan-pertemuan informal di pemberhentian truk yang besar di Accra serta memberikan pemahaman pada para sopir dan memberangkatkan perwakilan serikat pekerja untuk mengidentifikasi korban-korban perdagangan.
4.      Menghubungkan Para Diplomat untuk Berbagi Informasi.
Misalnya Kementerian Perhubungan Luar Negeri (The Ministry of Foreign Affairs/MFA). Republik Dominika yang telah membuat empat “jaringan anti-perdagangan” di antara paradiplomat dalam konsulat dan kedutaan besar di negara-negara yang merupakan tujuan utama perdagangan wanita
5.      Memerangi Perdagangan Anak.
Misalnya Pemerintah Afrika yang memulai sebuah praktik inovatif untuk secara efektif mengidentifikasi dan menyelamatkan anak-anak yang diperdagangkan dari ekonomi lemah untuk menjadi joki unta di gelanggang pacuan UAE. Kebanyakan dari anak-anak ini diperdagangkan melalui penggunaan dokumen-dokumen palsu dari negara asal mereka yang memperlihatkan umur yang lebih tua dan orang tua palsu yang menemani anak-anak itu ke UAE.
Dalam Sejarahnya Kapitalisme adalah paralel dengan sejarah perbudakan dan penjajahan yang menuhankan kebebasan manusia dan materi sebagai sesuatu yang sangat penting mendorong mereka untuk menghalalkan berbagai cara demi meraih kepentingan itu. Untuk meraih keuntungan material yang besar, Barat membutuhkan modal yang besar, pasar yang luas, sumber bahan mentah dan energi murah serta buruh yang murah. Untuk itulah mereka melakukan kolonialisas.
Kapitalisme juga yang melahirkan kolonialisme barat terhadap negara-negara di Asia dan Afrika. Penjajahan barat di berbagai belahan dunia lain dengan membawa misi glory (kejayaan) , gold (emas), dan gospel (kristenisasi). Negara-negara ini kemudian menimbulkan penderitaan yang luar biasa terhadap kawasan yang mereka jajah. Terjadilah kerja paksa, perampokan kekayaan alam sampai pembunuhan massal.
Cara mengatasi perdagangan budak oleh dunia internasional anatara lain:
1.      Karena cara mengatasi perdagangan budak oleh internasional maka diperlukan organisasi dunia yang khusus menangani perdagangan budak di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa yang aktif dalam melindungi, mengawasi, member penyuluhan tentang bahaya dan juga kerugian daripada perdangan budak ini. Organisasi ini dimasukkan sebagai cabang dari WTO (World Trade Organitation) yang mengurusi tentang peraturan perdagangan di dunia atau ILO (International Labour Organitation) yang mengurusi tentang masalah serikat buruh dunia yang kedua organisasi tersebut merupakan organisasi resmi yang dibentuk oleh PBB jadi dimungkinkan untuk hal itu`
2.      Karena perdangan budak ini masuk dalam wilayahnya WTO (World Trade Organitation) untuk mengurusi maka seharusnya menerapkan aturan yang ketat dalam urusan perdagangan budak ini atau bahkan seharusnya WTO harus melakukan observasi atau mendanai observasi untuk mengindentifikasi perdagangan budak yang terjadi sehingga WTO dapat mencegahnya atau paling tidak meminimalisir terjadinya perdangan budak. ILO juga harus bertindak sama seperti WTO. Sebagai organisasi yang mengurusi ketenagakerjaan ILO seharusnya juga mampu untuk mencegah terjadinya perdagangan ini. Misalnya dengan menerapkan standar  yang pasti tentang standar dari pekerja yang dipekerjakan di luar negerinya, contoh tenaga kerja harus minimal berumur 17 tahun, pendidikan minimal Sekolah Menengah Atas.
3.      Langkah yang selanjutnya adalah semua Negara di Afrika harus melakukan konvensi atau kesepakatan bahwa perdagangan budak itu harus dilarang atau mungkin harus menerapkan hukuman yang sama antar Negara di Afrika untuk siapa saja yang terlibat dalam perdagangan budak. Karena di Afrika perdagangan budak di Afrika sudah merupakan hal yang tabu bahkan perdagangan budak  ini dilakukan dengan terorganisir dengan rapi yang lebih meresahkan lagi adalah budak yang diperdagangannya sebagian adalah anak-anak.
4.      Semua Negara di Afrika harus juga bersepakat untuk memperketat perbatasan wilayah Negara mereka karena biasanya perbatasan-perbatasan yang kurang ketat penjagaannya ini yang dimanfaatkan oleh para penjual budak untuk menyelundupkan “barang dagangannya” ke luar.

F.     Keadaan Perbudakan di Afrika sekarang
Perdagangan manusia sebagai budak keturunan Afrika sudah berlangsung berabad-abad yang lalu. Berawal dari hubungan perdagangan yang dilakukan oleh Bangsa Eropa, namun hubungan dagang tersebut berubah menjadi imperialisme dan kolonialisme yang menggerogoti wilayah Afrika. Bangsa kulit putih sudah mulai maju dan cerdas sehingga mereka berinisiatif untuk mengambil orang-orang Afrika yang akan dipekerjakan sebagai budak di perkebunan, pertambangan, pabrik-pabrik dan sebagainya. Perbudakan tersebut secara ‘legal’ pernah dilakukan Eropa terhadap kulit hitam ini berlangsung dari abad 14 sampai dengan abad 18. Mereka meminta budak dan kemudian menukarnya dengan alkohol,  senjata dan sebagainya dengan budak. Secara perlahan pada akhir abad 18 satu persatu Bangsa Eropa sudah mulai menghapus perbudakan atas Afrika. Pada tahun 1814 Inggris melarang perbudakan meskipun melalui berbagai tekanan. Kemudian Belanda baru meghapus praktik perbudakan pada 1 Juli 1863 dan Belanda merupakan salah satu negara terakhir dari Bangsa Eropa yang menghapus praktik perbudakan.
Praktik perbudakan masa penjajahan di Afrika memang sudah berakhir ketika abad 18. Akan tetapi, bukan berarti hal tersebut usai begitu saja. Saat ini praktik perbudakan masih kita temui namun dengan tindakan yang berbeda dan secara ekspilisit. Jika ketika masa imperialisme dan kolonialisme perbudakan dilakukan secara kasar, menggerogoti, kejam, dan sewenang-wenang, di zaman modern saat ini praktik perbudakan dilakukan dengan cara yang tidak terlihat oleh pelaku dan korbannya. Perkebunan, industri, pertanian, dan sebagainya saat ini di dalamnya terdapat praktik perbudakan dan berlangsung secara tertutup. Perbudakan di era modern ini mengalami perubahan yang lebih elegan yaitu human trafficking perdagangan manusia yang mengarah kepada kekerasan, prostitusi, kerja paksa, buruh paksa, dan pekerja anak. Perbudakan dan perdagangan manusia dua hal yang hampir sama. Mereka (budak) direnggut hak asasinya, dieksploitasi secara fisik dan psikis kemudian dipaksa untuk memenuhi keinginan majikannya dan jika tidak maka hukuman yang ringan maupun beratlah yang mereka terima.
Berikut kutipan pernyataan Menteri Luar  Negeri AS, Hillary Clinton,yang dikutip dalam blog Counter Women Trafficking Commisions yang diposting pada Sabtu, 23 Juni 2012 dari  menyebutkan bahwa beberapa waktu lalu atau tepatnya tanggal 19 Juni 2012, Departemen Luar Negeri Amerika Serikat telah meluncurkan laporan tentang perdagangan orang untuk tahun pelaporan 2011 atau yang dikenal dengan ‘ 2012 Trafficking in Persons Report “.
Dalam Konferensi persnya, Menteri Luar Negeri Amerika Hillary Clinton mengatakan ia cenderung menggunakan istilah “perbudakan modern” dari pada perdagangan manusia. Ia mengatakan kata perbudakan tepat arti tentang apa yang sesungguhnya terjadi.
Secara Global di laporkan  oleh Departemen tersebut bahwa ada 17 negara yang hampir tidak melakukan apapun untuk melawan perdagangan manusia dan mungkin terlibat dalam kejahatan semacam itu.
Departemen Luar negeri menyebut ke 17 negara itu sebagai negara asal, transit dan tujuan kejahatan-kejahatan seperti perbudakan seks, kerja paksa dan perekrutan tentara anak-anak.
Saat ini diperkirakan sebanyak 27 juta orang di seluruh dunia menjadi korban perbudakan modern,yang kita sebut perdagangan manusia,” ungkap Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Hillary Clinton saat meluncurkan laporan tahunan perdagangan manusia di Departemen Luar Negeri AS,seperti dikutip AFP.
Meski terbilang tinggi, laporan tersebut menunjukkan, saat ini banyak negara menjadi lebih sadar terhadap masalah perbudakan, dengan mempertegas hukum dan program untuk membantu korban. Ini dianggap sebagai kemajuan yang terus dilakukan untuk menghapus apa yang disebut sebagai momok perdagangan manusia. Dari 185 negara yang masuk dalam laporan tahun 2012, hanya 33 negara yang telah menjalankan undang undang secara tegas untuk mengakhiri perdagangan manusia.
Sedangkan,lima negara tercatat telah keluar dari daftar hitam yang dikenal sebagai tingkat tiga, termasuk Myanmar dan Venezuela, yang akan dimasukkan di antara 42 negara yang dikenal sebagai daftar pantauan tingkat 2. Myanmar dihapus dari daftar hitam karena pemerintahnya telah mengambil sejumlah langkah yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk mengatasi kerja paksa dan wajib militer tentara anak.
Sementara, di antara 16 negara lain yang masuk dalam daftar hitam adalah Aljazair, Republik Demokratik Kongo, Libya, Korea Utara (Korut), dan Arab Saudi.Kenya melorot ke daftar pantauan untuk pertama kali dalam lima tahun. Sedangkan, Nigeria kehilangan tempatnya di tingkat 1, karena perempuan dan anakanak dipaksa menjadi buruh dan perdagangan seks.
Negara-negara yang mungkin menghadapi sanksi AS karena menolak untuk mematuhi hukum internasional terhadap perdagangan manusia:
1.      Aljazair
2.      Republik Afrika Tengah
3.      Equatorial Guinea
4.      Eritrea
5.      Iran
6.      Korea Utara
7.      Kuwait
8.      Libya
9.      Madagaskar
10.  Papua Nugini
11.  Arab Saudi
12.  Sudan
13.  Suriah
14.  Yaman
15.  Zimbabwe
16.  Somalia
"….. Dan tujuan kami harus menempatkan harapan dan impian dalam jangkauan kembali, apakah itu untuk mendapatkan pekerjaan yang baik, untuk mengirim uang untuk menghidupi keluarganya, berusaha untuk mendapatkan pendidikan bagi diri sendiri atau anak-anak, atau sekedar mengejar peluang baru yang dapat menuju kehidupan yang lebih baik….. "
Diluar Pelaporan tahunan diatas menurut perkiraan  Organisasi Buruh Internasional tahun 2012, perempuan dan anak perempuan ‘menyumbang’  55% dari korban kerja paksa dan 98% korban perdagangan seks di seluruh dunia.
ILO memperkirakan bahwa ada 11,7 juta orang dalam pekerjaan paksa di Asia, 3,7 juta di Afrika, 1,8 juta di Amerika Tengah dan Selatan, 1,6 juta di Eropa Tengah dan Timur, 600.000 di Timur Tengah, dan 1,5 juta di Amerika Serikat, Kanada, dan negara-negara di Uni Eropa. Jumlah tersebut telah meningkat sebesar 70% dibandingkan perkiraan ILO pada tahun 2005.
Di Amerika Serikat, ribuan korban diselundupkan dari Thailand, India, Meksiko, Filipina, Haiti, Honduras, El Salvador, Republik Dominika, Guatemala, Peru, dan negara lainnya dipaksa untuk bekerja di toko keringat atau sebagai pembantu rumah tangga dan pelacur.



BAB III
PENUTUP

A.    Simpulan
Perbudakan bukan lagi hal yang asing di Afrika, bangsa berkulit hitam ini sering dijadikan budak oleh para penguasa local. Seiring berjalannya waktu, Bangsa Eropa mulai melakukan hubungan dagang dan melirik Afrika sebagai tempat berlabuh. Akan tetapi tujuan utama Bangsa Eropa beralih dari berdagang menjadi berburu budak. Perburuan dan perdagangan budak ini dilakukan untuk mendapatkan tenaga buruh yang murah. Selain dari pihak Eropa, terdapat pula factor dari dalam atau kondisi orang-orang di Afrika itu sendiri yang memang memicu adanya perdagangan budak. Oleh karena itu perbudakan di Afrika terus terjadi hingga ke pelosok dunia. Bahkan di daerah Afrika terdapat pulau yang dijadikan sebagai tempat untuk proses transaksi budak, yaitu Pulau Goree. Hingga saat ini, perdagangan budak masih terus berlangsung. Dengan adanya hal itu berbagai upaya penghapusan perdagangan budak juga terus dilakukan tetapi skarang ini masih ada perbudakan yang masih dilakukan yaitu dengan perbudakan seks.

B.     Saran 
Bahwa kita sebagai mahasiswa khususnya pendidikan sejarah yang harus mengerti tentang permasalahan di masa lalu agar tidak terulang kembali. Seperti yang terjadi di Afrika yakni Perdagangan Budak, hal itu telah dianggap merampas hak manusia untuk hidup layak dan damai sehingga kita yang hidup di negara yang sudah mendapat pengamanan dari dunia harus bersyukur.




DAFTAR PUSTAKA
           
Sumber Buku :
Soeratman, Darsiti. 2012. Sejarah Afrika. Yogyakarta: Penerbit Ombak
BPK (Buku Pegangan Kuliah) Sejarah Afrika tahun 2011

Sumber Internet :

Asrullah, Fahjri. 2012. Sejarah Kelam Perbudakan Barat Terhadap Penduduk Afrika. http://fahjri-fisika-modern.blogspot.com

Oktafiana, Sari. 2011. Sejarah Perbudakan. http://sejarah.kompasiana.com
 www. Human Trafficking.org



1 komentar: