Jumat, 20 Juni 2014

Strategi Pembentukan Nilai-Nilai Karakter


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Karakter merupakan nilai perilaku seseorang manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungannya dan kebangsaan yang ada dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan dan perbuatan berdasarkan atas agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat. Dasar pembentukan karakter adalah nilai-nilai baik (energi positif) atau nilai buruk ( energi negatif). Karakter manusia bersifat tarik menarik antara nilai-nilai kebaikan dan nilai-nilai keburukan Nilai yang baik yang bersumber pada keyakinan terhadap Tuhan Sang Pencipta, sedangkan nilai yang buruk nilai yag bersumber pada ajaran anti terhadap adanya Tuhan. Local Wisdom merupakan nilai lokal yang mempunyai nilai tinggi, baik nilai yang berasal dari leluhur yang diwariskan oleh ajaran-ajaran dan nilai budaya nenek moyang. Kearifan lokal (Local Wisdom) mempunyai nilai luhur, tinggi, bahkan internasional.
Karakter baik atau akhlak mulia merupakan hal yang amat penting dalam membangun sumber daya manusia yang kuat dan diperlukan pendidikan karakter yang tepat. Oleh karena itu, kepedulian dari berbagai pihak diperlukan, baik dari pemerintah, masyarakat, keluarga maupun sekolah. Kondisi ini akan terbangun jika semua pihak memiliki kesadaran bersama dalam membangun pendidikan karakter. Makalah ini akan menekankan pada Strategi Pembentukan Karakter.

B.     Rumusan Masalah
1.      Seperti apa Keteladanan yang dilakukan oleh guru untuk membentuk karakter siswa?
2.      Bagaimana Penanaman atau Penegakan Kedisiplinan?
3.      Bagaimana cara penanaman Pembiasaan yang dilakukan guru untuk membentuk karakter siswa?
4.      Bagaimana peran guru dalam Menciptakan Suasana yang Kondusif?
5.      Apa yang dimaksud Integrasi dan Internalisasi untuk membentuk karakter siswa?

C.    Tujuan Masalah
1.      Tujuan Umum dari Penulisan ini adalah untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Pembelajaran Nilai-Nilai Karakter mengenai Strategi Pembentuan Karakter.
2.      Tujuan Khusus dari Penulisan ini adalah untuk mengetahui :
a.       Keteladanan
b.      Penanaman atau Penegakan Kedisiplinan
c.       Pembiasaan
d.      Menciptakan Suasana yang Kondusif
e.       Integrasi dan Internalisasi




BAB II
PEMBAHASAN

A.    Keteladanan
1.      Pentingnya Keteladanan
            Begitu pentingnya keteladanan sehingga Tuhan menggunakan menggunakan pendekatan dalam mendidik umatnya melalui model yang harus dan layak di contoh. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa keteladanan merupakan pendekatan pendidikan yang ampuh. Dalam lingkungan keluarga misalnya, orang tua yang diamanahi berupa anak-anak, maka harus menjadi teladan yang baik bagi anak-anak. Orang tua harus bisa menjadi figur yang ideal bagi anak-anak dan harus menjadi panutan yang bisa mereka andalkan dalam mengarungi kehidupan ini. Jadi, jika orang tua menginginkan anak-anaknya rajin beribadah maka orang tua harus juga rajin beribadah juga, sehingga aktivitas itu akan terlihat oleh anak-anak. Akan sulit untuk melahirkan generasi yang taat beragama jika kedua orang tuanya sering berbuat maksiat.
            Keteladanan memiliki kontribusi yang besar dalam mendidik karakter. Keteladanan guru dalam berbagai aktivitasnya akan menjadi cermin bagi siswanya. Oleh karena itu, sosok guru yang bisa diteladani oleh siswa sangat penting. Guru yang suka dan terbiasa membaca dan meneliti, disiplin, ramah, berakhlak misalnya akan menjadi teladan yang baik siswa, demikian sebaliknya pula.
2.      Bisa Diteladani
            Seorang guru yang bisa diteladani adalah seorang guru yang memiliki :
a.      Kesiapan untuk Dinilai dan Dievaluasi
Kesiapan untuk dinilai berarti adanya kesiapan menjadi cermin bagi dirinya maupun orang lain. Kondisi ini akan berdampak pada kehidupan sosial di masyarakat, karena ucapan, sikap, dan perilaku menjadi sorotan dan teladan.

b.      Memiliki Kompetensi Minimal
Seseorang akan dapat menjadi teladan jika memiliki ucapan, sikap, dan perilaku yang layak untuk diteladani. Oleh karena itu, kompetensi yang dimaksud adalah kondisi minimal ucapan, sikap, dan perilaku yang harus dimiliki seorang guru sehingga dapat dijadikan cermin bagi dirinya maupun orang lain. Demikian juga bagi seorang guru, kompetensi minimal sebagai guru harus dimiliki agata dapat menumbuhkan dan menciptkan keteladanan, teruatma bagi peserta didiknya.
c.       Memiliki Intergritas Moral
Integritas moral adalah adanya kesamaan antara ucapan dan tindakan atau satunya kata dan berbuatan. Inti dari integritas moral adalah terletak pada kualitas istiqomahnya.

3.      Guru Sebagai Cermin
            Guru yang dapat diteladani berarti ia dapat juga manjadi cermin bagi orang lain. Cermin secara filosofi memiliki makna sebagai berikut :
a.      Tempat yang Tepat Untuk Introspeksi
Jika kita bercermin, maka kita akan melihat potret diri kita sesuai dengan keadaan yang ada. Sebagai seorang guru, kita harus siap menjadi tempat mawas diri, koreksi diri, atau introspeksi. Untuk itu, kita harus siap menjadi curahan.
b.      Menerima dan Menampakan Apa Adanya
Cermin memiliki karakteristik bersedia menerima dan memperlihatkan apa adanya. Untuk itu, hal ini dapat dimaknai sebagai pribadi yang memiliki sifat-sifat, seperti sederhana, jujur, dan lain-lain.
c.       Menerima dalam Keadaan Apapun dan Kapanpun
Cermin memiliki karakteristik mersedia menerima kapanpun dalam keadaan apapun. Artinya dalam mendidik harus memiliki sifat-sifat, seperti jiwa pengabdian, setia, sabar, dan lain-lain.

d.      Tidak Pilih Kasih dan Tidak Diskriminatif
Cermin memiliki sifat tidak pernah pilih-pilih, siapa saja yang mau bercermin pasti diterima. Artinya cermin memiliki sifat tidak pilih kasih, tidak membeda-bedakan atau tidak pernah diskriminatif. Oleh karena itu, sebagai guru harus memiliki jiwa mendidik kepada siapapun tanpa pandang bulu, semua anak (manusia) apapun kondisinya harus dididik, tanpa kecuali. Bahkan kita tidak dibenarkan memisah-misahkan atau memilih-milih kondisi siswa ekslusif, tetapi kita dalam mendidik bersifat inklusif.
e.       Pandai Menyimpan Rahasia
Cermin tidak pernah memperlihatkan siapa yang telah bercermin kepadanya, baik yang bercermin itu kondisinya baik atau buruk. Berarti cermin memiliki sifat pandai menyimpan rahasia berarti dia juga memiliki sifat-sifat seperti, ukhwah atau persaudaraan, peduli, kebersamaan, tidak menjatuhkan, tidak mempermalukan orang lain, mengorangkan, dan lain-lain.

B.     Penanaman atau Penegakan Kedisiplinan
Disiplin pada hakikatnya adalah suatu ketaatan yang sungguh-sungguh yang didukung oleh kesadaran untuk menunaikan tugas kewajiban serta berperilaku sebagaimana mestinya menurut aturan-aturan atau tata kelakuan yang seharusnya berlaku didalam suatu lingkungan tertentu. Realisasinya harus terlihat (menjelma) dalam perbuatan atau tingkah laku yang nyata, yaitu perbuatan tingkah laku yang sesuai dengan aturan-aturan atau tata kelakuan yang semestinya (Amireodin Sjarif, 1983: 21)
            Menanamkan prinsip agar peserta didik memiliki pendirian yang kokoh merupakan bagian yang sangat penting dari strategi menegakan disiplin. Dengan demikian, penegakan disiplin dapat juga diarahkan pada penanaman nasionalisme, cinta tanah air, dan lain-lain
            Banyak cara dalam menegakan kedispilinan, terutama di sekolah. Misalnya dalam mata pelajaran pendidikan jasmani, guru selalu memanfaatkan pada saat perjalanan dari sekolah menuju lapangan olahraga, murid diminta baris secara rapi dan tertib, sehingga tampak kompak dan menarik jika dibanding dengan jalan sendiri-sendiri. Jika hal ini dapat dilakukan, maka pengguna jalan akan menghormati dan mempersilakan berjalan terlebih dahulu, bahkan dapat mengurangi resiko keamanan yang tidak diinginkan.
            Penegakan disiplin antara lain dapat dilakukan dengan beberapa cara, seperti, peningkatan motivasi, pendidikan dan latihan, kepemimpinan, penerapan reward and punishment, penegakan peraturan.

C.    Pembiasaan
Dorothy Law Nolte dalam Dryden dan Vos (2000: 104) menyatakan bahwa anak belajar dari kehidupannya.
·         Jika anak dibesarkan dengan celaan, dia belajar memaki
·         Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, ia belajar berkelahi
·         Jika anak dibesarkan dengan ketakutan, ia belajar gelisah
·         Jika anak dibesarkan dengan rasa iba, ia akan menyesali diri
·         Jika anak dibesarkan dengan olok-olok, ia akan belajar menyesali diri
·         Jika anak dibesarkan dengan iri hati, ia belajar kedengkian
·         Jika anak dibesarkan dengan dipermalukan, ia belajar merasa bersalah
·         Jika anak dibesarkan dengan dorongan, ia belajar percaya diri
·         Jika anak dibesarkan dengan toleransi, ia belajar menahan diri
·         Jika anak dibesarkan dengan pujian, ia belajar menghargai
·         Jika anak dibesarkan dengan dukungan, ia belajar menyenangi diri
·         Jika anak dibesarkan dengan pengakuan, ia belajar mengenali tujuan
·         Jika anak dibesarkan dengan rasa berbagi, ia belajar kedermawanan
·         Jika anak dibesarkan dengan kejujuran dan keterbukaan, ia belajar kebenaran dan keadilan
·         Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, ia belajar menaruh kepercayaan
·         Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, ia belajar menaruh kepercayaan
·         Jika anak dibesarkan dengan persahabatan, ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan
·         Jika anak dibesarkan dengan ketentraman, ia belajar berdamai dengan pikiran
            Ungkapan Dorothy Low Nolte tersebut menggambarkan bahwa anak akan tumbuh sebagaimana lingkungan yang mengajarinya dan lingkungan tersebut juga merupakan sesuatu yang menjadi kebiasaan yang dihadapinya setiap hari. Jika seorang tumbuh dalam lingkungan yang mengajarinya berbuat baik, maka diharapkan ia selalu melakukan perbuatan baik.
            Oleh karena itu, tanggung jawab orang tua adalah memberikan lingkungan terbaik bagi pertumbuhan anak-anknya, karenakenangan utama bagi anak-anak adalah kepribadian ayah-bundanya.

D.    Menciptakan Suasana yang Kondusif
Pada dasarnya tanggung jawab pendidikan karakter ada pada semua pihak yang mengitarinya, mulai dari keluarga, sekolah, masyarakat, maupun pemerintah.
1.      Peran Semua Unsur Sekolah
Terciptanya suasana kondusif akan memberikan iklim yang memungkinkan terbentuknya karakter. Oleh karena itu, berbagai hal yang terkait dengan upaya pembentukan karakter harus dikondisikan, terutama individu-individu yang ada di sekolah.
Pendidikan karakter harus dilakukan oleh semua unsur di sekolah Pendidikan karakter bukan hanya tanggung jawab guru agama, guru bimbingan dan konseling (BK), dan/atau guru kewarganegaraan. Semua guru harus memiliki sikap peduli dalam mendidik karakter anak. Oleh karena itu, semua guru harus memiliki sikap proaktif dalam mendidik karakter siswanya.

2.      Kerja Sama Sekolah dengan Orang Tua
Sejak anak mendaftarkan untuk memasuki sekolah orang tua diinformasikan mengenai hal-hal yang menjadi tanggung jawabnya. Perlu ditegaskan lagi bahwa sekolah harus mampu mengkondisika kepada orang tua untuk melakukan pendampingan atau pembimbingan terhadap berbagai aktivitas anak baik yang bersifat prefentif maupun kuratif.

3.      Kerja Sama Sekolah dengan Lingkungan
Sekolah diharapkan mampu memberikan pengaruh positif terhadap lingkungannya, setidak-tidaknya keberadaan sekolah itu tidak menjadi masalah atau beban masyarakat.

E.     Integrasi dan Internalisasi
Pendidikan karakter membutuhkan proses internalisasi nilai-nilai. Untuk itu diperlukan pembiasaan diri untuk  masuk ke dalam hati agar tumbuh dari dalam. Nilai-nilai karakter seperti menghargai orang lain, disiplin, jujur, amanah, sabar, dan lain-lain dapat diintegrasikan dan dinternalisasikan ke dalam seluruh kegiatan sekolah baik atau dalam kegiatan intrakulikuler dan kegiatan lain.
            Pentingnya pndidikan atau pembelajaran terintegrasi atau terpadu didasarkan pada beberapa asumsi dan dasar pemikiran sebagai berikut.
            Pertama, fenomena yang ada tidak berdiri sendiri. Fenomena atau fakta yang ada di dalam kehidupan dan di lingkungan kita selalu terkait dengan fenomena atau aspek lain. Hal ini didasarkan pada pandangan bahwa fenomena yang ada selalu berintegrasi dengan aspek-aspek lain. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa adanya saling keterkaitan dan saling mempengaruhi antara fenomena satu dengan yang lain. Oleh karena itu, fenomena tersebut dapat dipandang sebagai suatu sistem, kesatuan, dan keterpaduan. Implikasi dan kondisi tersebut adalah bahwa dalam memandang dan mengkaji suatu fenomena harus dikaitkan dengan konteks yang ada.
            Kedua, memandang objek sebagai keutuhan. Oleh karena fenomena yang ada tidak berdiri sendiri dan terkait dengan aspek-aspek lain, maka dalam memandang dan mengkaji suatu objek kajian harus secara utuh dan tidak secara parsial. Jika hal ini yang dijadikan pendekatan, maka akan berimplikasi bahwa dalam dalam mengkaji dan menyikapi objek kajian harus bersifat holistik, artinya berbagai aspek yang terkait dengan objek tersebut juga harus menjadi objek kajian.
            Ketiga, tidak dikotomi. Jika objek kajian dipandang sebagai fenomena yang tidak berdiri sendiri dan sekaligus merupakan suatu keutuhan, maka objek kajian tersebut tidak dapat dipisahkan atau didikotomikan.
            Pendekatan pelaksanaan pendidikan karakter sebaiknya dilakukan secara terintegrasi dan terinternalisasi ke dalam seluruh kehidupan sekolah. Terintegrasi, karena pendidikan karakter memang tidak dapay dipisahkan dengan aspek lain dan merupakan landasan dari seluruh aspek termasuk seluruh mata pelajaran. Terintenalisasi, karena pendidikan karakter harus mewarnai seluruh aspek kehidupan.
            Adapun lngkah-langkah pengintegrasian adalah        :
a)      Mendeskripsikan kompetensi dasar tiap mata pelajaran
b)      Mengidentifikasikan aspek-aspek atau materi-materi pendidikan karakter yang akan diintegrasikan ke dalam mata pelajaran
c)      Mengintegrasikan butir-butir ppendidikan karakter ke dalam kompetensi dasar (materi pembelajaan) yang dipandang relevan atau ada kaitannya
d)     Melaksanakan pembelajaran
e)      Menentukan metode pembelajaran
f)       Menentukan evaluasi pembelajaran
g)      Menentukan sumber belajar
            Adapun beberapa catatan dalam implementasi
a)      Perlu diingat bahwa yang diintegrasikan/diinternalisasikan adalah konsep atau nilai dari pendidikan karakter
b)      Kemungkinan tidak semua kompetensi dasar dapat diintegrasikan/diinternalisasikan
c)      Agar tidak terlalu membebani mata pelajaran yang diintegrasikan/diinternalisasikan, maka dapat dirancang kira-kira butir-butir yang akan diinternalisasikan/diintegrasikan maksimal beberapa persen
d)     Agar tidak terjadi tumpang tundih, maka perlu diadakan cross check dengan mata pelajaran sain dan juga dengan mata pelajaran yang sama tetapi berbeda jenjang kelasnya.




BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dalam lingkungan keluarga misalnya, orang tua yang diamanahi berupa anak-anak, maka harus menjadi teladan yang baik bagi anak-anak. Orang tua harus bisa menjadi figur yang ideal bagi anak-anak dan harus menjadi panutan yang bisa mereka andalkan dalam mengarungi kehidupan ini. Jadi, jika orang tua menginginkan anak-anaknya rajin beribadah maka orang tua harus juga rajin beribadah juga, sehingga aktivitas itu akan terlihat oleh anak-anak. Akan sulit untuk melahirkan generasi yang taat beragama jika kedua orang tuanya sering berbuat maksiat. 
Disiplin pada hakikatnya adalah suatu ketaatan yang sungguh-sungguh yang didukung oleh kesadaran untuk menunaikan tugas kewajiban serta berperilaku sebagaimana mestinya menurut aturan-aturan atau tata kelakuan yang seharusnya berlaku didalam suatu lingkungan tertentu.
Oleh karena itu, tanggung jawab orang tua adalah memberikan lingkungan terbaik bagi pertumbuhan anak-anknya, karenakenangan utama bagi anak-anak adalah kepribadian ayah-bundanya.

B.     Saran
Sebagai mahasiswa jurusan pendidikan harus mengerti mengenai karakter pada peserta didik dengan latar belakang yang berbeda-beda sehingga kita sebagai calon pendidik mulai mengajarkan karakter sebagai pondasi anak untuk bertingkah laku di kehidupan keluarga, masyarakat dan sekolah.

DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku :
Hidayatullah, Furqon. 2010. Pendidikan Karakter : Membangun Peradaban Bangsa. Surakarta : Yuma Pustaka

Sumber Jurnal :

Lista Wahyuni. PENGIMPLEMENTASIAN PENDIDIKAN KARAKTER OLEH GURU SEJARAH.  Program Studi Pendidikan Sejarah, Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang Jl. Semarang no 5 Malang 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar